Setelah terakhir tahun lalu ke Tidung — walaupun sebagian juga ada yang backpacking keliling Asia Tenggara yang aku tidak ikut di dalamnya Maret lalu dan sebagian hiking ke Gunung Gede Juni lalu, kini kami bisa berkumpul lagi dan melakukan trip bersama-sama. Kali ini tujuan kami adalah ke Kelagian & Kiluan, Lampung.
Jumat, 31 Agustus 2012
Rombongan peserta trip kali ini terdiri atas dua orang domisili Bandung dan lima orang domisili Jakarta. Aku dan Kamal berangkat dari Bandung dan berkumpul di Stasiun Gambir, Jakarta bersama empat orang yang lain. Kami bersama-sama menumpang bus DAMRI Jakarta Gambir-Bandar Lampung. Sedangkan satu orang lagi, Adi, memilih untuk pergi pakai cara ngeteng, maksudnya nyambung-nyambung pakai transportasi umum gitu.
Sabtu, 1 September 2012
Rombongan 6 orang tiba lebih dulu di terminal Rajabasa, Bandar Lampung pada pukul 6.30. Sedangkan Adi menyusul tiba sekitar setengah jam kemudian. Untuk perjalanan selama di Lampung, kami menyewa mobil rental. Di rental tersebut sewa mobil diharuskan untuk menggunakan sopir dari mereka.
Sebelum berangkat ke tujuan sesungguhnya, kami mampir sejenak untuk sarapan di pinggir jalan depan Museum Lampung. Sembari sarapan, kami merencanakan itinerary untuk dua hari itu.
Seusai sarapan, kami langsung melaju menuju Pantai Klara. Oh ya, trip leader kami kali ini adalah Adi. Dia yang merencakan dan mengatur agenda kami di Lampung ini. Perjalanan ke Pantai Klara menempuh waktu kurang lebih 1,5 jam. Kami mampir dahulu di minimarket di kota untuk membeli bekal selama berada di ‘pelosok’ nanti.
Di hari Sabtu itu pantai Klara begitu sepi. Tentang pantainya itu sendiri, kalau boleh dibilang pantai ini sebenarnya ‘biasa-biasa’ saja. Tapi tiba-tiba ada tukang perahu menghampiri. Dia menawarkan jasa untuk mengantarkan ke pulau Kelagian. Tarif yang dia tawarkan Rp15.000 per orang PP. Kami berjumlah 7 orang dan harusnya kena Rp105.000. Setelah mencoba menawar, akhirnya sepakat di angka Rp90.000.
Perjalanan pantai Klara-pulau Kelagian ini memakan waktu skitar 20 menit menggunakan perahu. Sepanjang perjalanan menuju pulau Kelagian itu, tukang perahu itu menceritakan mengenai pulau Kelagian itu yang katanya punya pasir putih nan lembut itu. Selain itu, pulau ini sering dijadikan tempat latihan militer Angkatan Laut (AL). Bahkan, katanya pulau ini seringkali dijadikan sasaran tembak rudal dalam latihan AL yang markasnya berada di pulau seberang. Apabila AL akan melakukan latihan, otomatis pulau ini akan ditutup untuk masyarakat umum sementara waktu.
Begitu sampai di Kelagian, hanya ada satu kata di dalam benakku, “Wow!”
Benar yang dikatakan masnya. Pasir pantai di Kelagian ini benar-benar halus dan lembut. Hampir tak ada kerikil atau benda kasar apapun. Berguling-guling di pasir pun juga menyenangkan. Bahkan, si Neo, Luthfi, sama Rizky sampai menguburkan diri di pasir :D. Tampak sekali mereka begitu menikmati ‘luluran’ dengan pasir pantai Kelagian ini.
Asyik juga berada di pulau ini. Pasirnya putih, bersih, dan lembut. Suasananya begitu tenang, sepi, tak banyak orang di sana. Bahkan ketika kami ke sana, wisatawan pulau ini hanya rombongan kami dan ada satu rombongan lagi yang hanya mampir sebentar ke pulau ini sebelum lanjut ke spot snorkeling. Sayang euy, di sana kami tidak sempat snorkeling. Baru tahu dari teman setelah pulang dari Lampung kalau di sana itu sebenarnya ada spot snorkeling yang sangat cantik. Bahkan ada ikan ‘nemo’ juga katanya.
Puas bermain-main di pulau Kelagian, kami pun beranjak kembali ke pantai Klara. Di pantai Klara itu kami bersih-bersih diri di toilet umum yang terdapat di sana.
Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan lagi ke Teluk Kiluan. Perjalanan dari pantai Klara ke Teluk Kiluan ini memakan waktu kurang lebih 1,5 jam. Jaraknya sendiri sekitar 40-an km. Namun, akses menuju ke sana harus melalui jalanan yang berlubang sana-sini. Bahkan, ada juga beberapa ruas jalan yang belum diaspal.
Siang menjelang sore hari itu ketika kami tiba di sana, air laut di kawasan Teluk Kiluan ini sedang surut. Kelihatan sekali banyak kerikil atau bebatuan di pinggir pantai. Oh ya, selama di Kilauan kami menginap di homestay yang berada di ujung dari teluk Kiluan ini. Tarif per malamnya Rp450.000. Tapi kami tawar-tawar, dapatnya Rp400.000. Dalamannya terdiri atas satu ruangan besar beralaskan karpet dan satu kamar mandi dalam. Ruangan besar itu mungkin bisa muat hingga 15-an orang kalau mau dipaksain.
Sore hari itu agenda kami hanya bersantai-santai menikmati Teluk Kiluan ini. Salah satu place of interest yang ada di Teluk Kiluan ini adalah suatu tempat yang bernama Batu Candi. Kurang tahu juga sih kenapa disebut Batu Candi. Yang jelas ketika kami berada di sana, tak ada orang lain selain kami. Kami juga nggak tahu mana yang disebut Batu Candi. Asumsiku disebut demikian karena di pinggir pantai itu banyak bebatuan yang mirip bebatuan candi. Selain itu juga terlihat tempat ini dijadikan tempat peribadatan umat Hindu. Oh ya, sepertinya memang di Teluk Kiluan ini mayoritas penduduknya adalah penganut agama Hindu.
Sayang euy, dari Teluk Kiluan ini kita tak dapat melihat sunset dengan jelas. Kalau ingin melihat sunset, kita harus berjalan mengitari teluk ini terlebih dahulu yang jaraknya lumayan jauh.
Minggu, 2 September 2012
Agenda hari Minggu pagi adalah ‘memburu’ ikan lumba-lumba. Inilah agenda utama kita ke Lampung. Ya, Teluk Kiluan ini memang terkenal akan keberadaan lumba-lumba alaminya. Bahkan, kalau aku tidak salah, nama kelurahan Teluk Kilauan ini adalah Palumbayan. Ada kata-kata ‘lumba’-nya. Mungkin karena terinspirasi keberadaan lumba-lumba itu.
Kami berangkat dari Teluk Kiluan sekitar pukul 06.00 pagi. Untuk melihat lumba-lumba ini kita memang harus berangkat pagi-pagi. Karena kata warga sana, semakin siang lumba-lumba ini akan semakin ke tengah lautan dan susah untuk ditemui keberadaannya.
Dalam perburuan lumba-lumba ini kami harus menaiki perahu jukung. Tarif per perahunya Rp250.000. Per perahu bisa diisi maksimal 4 orang, plus tukang perahunya.
Ketika kami memulai ‘pelayaran’ mencari lumba-lumba, matahari sudah bersinar begitu terang. Kami melalui selat yang memisahkan teluk Kiluan dengan pulau Kelapa (atau pulau Kiluan). Gila, ombaknya luar biasa besarnya. Jukung kami pun terpaksa naik turun mengikuti aliran gelombang air laut itu. Gelombang air laut itu juga cukup kencang. Kata tukang jukungnya, karakter gelombang air laut di selat itu memang seperti itu. Suka kencang karena merupakan hasil gabungan dua pantulan gelombang dari dua daratan di dua sisinya.
Ternyata untuk melihat lumba-lumba di lautan ini tak segampang yang kukira. Jukung yang kami tumpangi harus berlayar ke sana kemari untuk mencari lumba-lumba. Total mungkin ada 2-3 jam-an kami berada di atas lautan. Dua orang dari rombongan kami sempat tumbang, mengalami mabuk laut hingga munta-muntah karena terombang-ambing di atas lautan dalam waktu yang cukup lama.
Yah, untuk sekedar melihat lumba-lumba ternyata dibutuhkan perjuangan yang lumayan. Terik matahari di tengah lautan juga lumayan membakar kulit.
Sebelumnya, bila ke Kiluan, jangan pernah punya ekspektasi akan menyaksikan lumba-lumba beratraksi sebagaimana yang di Ancol. Karena lumba-lumba di sini adalah lumba-lumba alami yang tentu saja tak terlatih seperti lumba-lumba Ancol yang pandai menghibur manusia dengan menyuguhkan atraksi-atraksi luar biasa. Tapi itulah menariknya. Di sini kita bisa menyaksikan lumba-lumba berenang berkelompok, berlompat bersamaan mengikuti arah aliran gelombang air laut secara natural.
Namun, sayang kami tak dapat menyaksikan ‘atraksi’ mereka lebih lama. Hanya dapat beberapa menit saja. Entah mereka malu-malu atau bagaimana. Tapi kata tukang jukungnya, gelombang air laut saat itu lagi besar-besarnya, jadi susah untuk melacak lumba-lumba ini. Ketika air laut cukup tenang, akan lebih mudah dan lama menyaksikan atraksi lumba-lumba itu.
Sayang euy, tidak sempat memfoto lumba-lumbanya karena penampakannya yang jarang. Dan begitu muncul ke permukaan, dia cepat sekali menyelam kembali ke dalam air. Akhirnya terpaksa direkam video saja. Itupun karena pakai kamera digital biasa hasilnya jadi kurang begitu bagus.
Selepas agenda pencarian lumba-lumba berakhir, kami pun berlayar kembali ke arah Teluk Kiluan. Namun, sebelum itu kami mampir terlebih dahulu di pulau Kelapa yang berada di dekat Teluk Kiluan. Yang bisa dilakukan di sana ya cuma berenang, bermain air atau pasir pantai, tracking menjelajahi pulau, atau snorkeling.
Anak-anak sendiri setelah berenang, juga beralih bermain pasir. Mereka tampak serius membangun istana pasir. Maunya sih bikin istana pasir, tapi jadinya malah mirip kapal Titanic. Hahaha.
Spot snorkeling-nya cuma di sekeliling pulau ini. Sekilas sih tampak tidak menarik tempatnya untuk di-snorkeling-i. Tapi kata Adi, dia menemukan spot yang bagus untuk diamati. Katanya ada banyak ikan di sana.
Kira-kira pukul 11 siang kami mengakhiri acara main-main di pulau Kelapa ini. Kami kembali ke Teluk Kiluan untuk bersiap-siap pulang. Setelah bersih-bersih diri, kami pun cabut dari Teluk Kiluan menuju Kota Bandar Lampung.
Di sana kami mampir beli oleh-oleh khas Lampung, yakni keripik pisang. Kami pun juga sempat mampir untuk makan bersama di sebuah food court di sebuah mall di Bandar Lampung sana. Ada yang traktiran euy … 😀 Setelah itu kami semua, kecuali Adi, berjalan kaki menuju stasiun Tanjung Karang, untuk menunggu keberangkatan bus DAMRI yang akan mengantarkan kami ke Jakarta & Bandung. Sementara Adi, dia kembali ke Jakarta dengan cara ngeteng.
wah envy 😀
LikeLike
itu bener bro dari klara cuman 1 1/2 jam kekiluan ?
LikeLike
Seinget ane memang sekitar 1,5 jam. Kenapa bro?
LikeLike