Sehari setelah mengikuti event The Straight Path Convention akhir Maret lalu, tepatnya pada tanggal 27-28 Maret, saya melanjutkan traveling ke Bandar Seri Begawan, ibukota Brunei Darussalam. Cuma 2 hari saja karena memang untuk mengisi hari kejepit yang bertepatan dengan libur Hari Raya Nyepi.
baca juga: Datang ke The Straight Path Convention 2017
Selain itu untuk memenuhi rasa penasaran saya dengan Brunei Darussalam sih. Tentu saja 2 hari itu sangat tidak cukup untuk mengenal Brunei. Dari 2 hari itu yang saya dapatkan mungkin cuma gambaran mengenai bagaimana situasi pusat kota di Bandar Seri Begawan saja.
Oh ya, berbeda dengan tulisan-tulisan traveling saya sebelumnya di mana saya biasa bercerita secara kronologikal, kali ini saya akan bercerita dengan membaginya ke dalam pokok-pokok bahasan cerita.
Booking Hotel
Tidak seperti biasanya jika hendak traveling ke suatu tempat untuk pertama kali, saya pergi ke Brunei ini tanpa membekali diri dengan riset yang cukup. Biasanya saya cukup detail melakukan riset mengenai tempat tujuan yang akan saya datangi dengan membuat itinerary tempat-tempat yang akan dikunjungi. Termasuk bagaimana transportasi menuju ke tempat-tempat tersebut. Dari sana kemudian saya mendapatkan gambaran berapa budget yang dibutuhkan saat di sana.
Kali ini hal itu tidak saya lakukan. Riset melalui internet tetap, tapi saya cuma scan-reading saja. Tidak detail informasi yang saya cari. Saya memang ingin lebih bersantai saja. Tidak harus mengunjungi banyak tourist attraction.
Namun tempat menginap sudah saya booking sejak masih berada di Indonesia. Jubilee Hotel menjadi pilihan saya. Saya memesannya melalui Agoda dengan tarif Rp421.900 untuk 1 malam. Mahal banget ya. 😂

Interior kamar Jubilee Hotel
Jubilee Hotel memang bukan penginapan backpacker sih. Tapi itu sudah yang paling murah di antara hotel-hotel lain di area pusat kota Bandar Seri Begawan yang tersedia di Agoda. Secara umum tidak banyak pilihan penginapan di Bandar Seri Begawan yang tersedia di situs-situs booking.
Tapi bukan berarti tidak ada penginapan yang ramah terhadap kantong backpacker di Bandar Seri Begawan. Yang populer adalah Pusat Belia a.k.a. Youth Hostel. Tarifnya BND 10 per malam dengan fasilitas kamar asrama (dormitory). Sayangnya tidak ada mekanisme pemesanan secara online.

Pusat Belia
Selain Pusat Belia, ada KHS Resthouse. Lokasinya malah lebih strategis lagi, yakni dekat terminal bus Bandar Seri Begawan. Saya cek di AirBnb tarif per malamnya rata-rata BND 18-20 untuk kamar dormitory. Sayangnya yang saya tahu pemesanan online penginapan tersebut hanya tersedia di AirBnb saja.
Saya sendiri sengaja mencari penginapan melalui Agoda karena mengincar bonus Big Point AirAsia yang ditawarkan mereka. Kebetulan Agoda memang ada program bonus loyalty point salah satu mitra Agoda sesuai besarnya tarif penginapan. AirAsia adalah salah satu di antaranya.
Dari booking Jubilee Hotel itu saya memperoleh 450 Big Point AirAsia. Lumayan kan untuk subsidi perjalanan berikutnya menggunakan AirAsia. Wkwkwkwkw.
Penerbangan ke Brunei
Alhamdulillah, pada tanggal 27-28 Maret itu sedang ada promo Big Point-nya AirAsia. Bermodalkan 500 poin, saya cukup membeli tiket Kuala Lumpur-Brunei PP dengan harga kurang dari Rp600.000. Kalau mengecek harga normal di AirAsia, rata-rata perjalanan one way KL-Brunei itu sekitar Rp700-800 ribu (yang murahnya).
Ada 2x penerbangan yang dilayani oleh AirAsia untuk rute KL-Brunei PP itu setiap harinya. Saya mengambil penerbangan KL-Brunei dengan jadwal pagi pukul 6.40-9.05 dan pulangnya penerbangan sore dengan jadwal pukul 15.55-18.20 pada keesokan harinya.

Tiba di Bandara Internasional Brunei
Saat datang ke Brunei saran saya sebaiknya kita sudah memiliki tiket pulang karena itu akan ditanyakan saat di imigrasi. Sebelumnya, saat terbang kru pesawat akan membagikan form imigrasi yang harus kita isi dan serahkan saat proses imigrasi.
Di dalam form tersebut kita harus menyebutkan berapa hari kita akan di Brunei, akan menginap di mana, dan pulang kapan dan dengan naik apa. Pengalaman saya kemarin, petugas imigrasi bahkan sempat meminta saya untuk menunjukkan bukti tiket pulang saya. Untungnya saya menyimpannya dalam bentuk PDF di HP saya.
Tidak ada perbedaan waktu antara Kuala Lumpur dan Brunei Darussalam. Keduanya sama-sama berada di zona waktu GMT+8. Namun, karena posisinya lebih jauh di timur, waktu di Brunei lebih awal daripada KL. Sebagai gambaran, subuh di KL ketika itu pukul 6 pagi, sementara di Bandar Seri Begawan 5.13.
Money Changer
Bagi yang belum memiliki Brunei Dollar ketika datang ke Brunei Darussalam, jangan khawatir, kita bisa menukarkannya di bandara. Hanya ada satu money changer yang terdapat di Brunei International Airport. Yakni, Zamada Money Changer.
Lokasinya ada di departure hall, tepatnya di area check-in penumpang. Setelah keluar dari pintu kedatangan, tepat sebelum pintu keluar gedung bandara, di sebelah kiri ada eskalator ke lantai 2. Naik saja ke atas. Lokasi Zamada Money Changer berada di dekat pintu masuk penumpang menuju imigrasi keberangkatan.
Ketika itu saya menukar Dollar Brunei (BND) dengan Ringgit Malaysia (MYR) dengan rate BND1 = MYR3,219. Rate yang saya dapatkan tersebut tidak berbeda jauh dengan money changer yang saya temui di Mall Yayasan Sultan Haji Hassanal Bolkiah (YSHHB). Saya juga sempat menukar di sana dengan rate BND1 = MYR3,215.
Walaupun nama mata uang Brunei secara resmi adalah “Dollar”, tetapi masyarakat Brunei biasa juga menyebutnya sebagai “Ringgit”. Bahkan, tulisan “Ringgit” itulah yang tertera di cetakan uangnya, bukannya “Dollar”. Jadi “dollar” dan “ringgit” itu di Brunei adalah kata yang interchangeable. Kadang-kadang orang menyebutnya dengan ringgit, kadang-kadang ada yang menyebutnya dengan dollar. Keduanya ya sama saja.
SIM Card
Seperti bandara internasional lain pada umumnya, di Bandara Internasional Brunei ini pun juga terdapat booth operator seluler yang menjual SIM card. Begitu kita keluar dari pintu kedatangan, kita akan menemui sebuah booth operator seluler di hadapan. Namanya adalah Progresif. Tapi hanya ada satu booth operator seluler itu saja.
Di booth-nya terdapat iklan paket Visitor Plan dengan harga BND10 (~Rp95.000). Dalam paket tersebut sudah termasuk gratis 50 menit telepon lokal, 50 SMS lokal, 10 menit telepon internasional, 10 SMS internasional, dan data 1 GB. Masa aktifnya 7 hari.
Mahal banget yak? Masih jauh lebih murah di Indonesia, bahkan dibandingkan dengan Malaysia sekalipun.Tapi karena saya butuh stay connected, maka saya beli saja. 😂
Penampilan packaging SIM card Progresif ini ternyata cantik juga. Apa ini yang membuat harganya mahal? Hahaha. Di dalamnya juga ada bonus pin yang dipakai untuk membuka SIM card holder di HP.
Setelah SIM card dipasang, saya baru tahu ternyata Progresif ini belum 4G. Wew. Tapi soal kecepatan, lumayanlah. Buat browsing sama lihat Instagram Stories lancar. Hahaha.
Transportasi dari Bandara ke Pusat Bandar
Dari Bandara Internasional Brunei, tempat yang saya tuju adalah Pusat Bandar, Bandar Seri Begawan. Pilihan transportasi paling murah yang tersedia dari bandara menuju ke Pusat Bandar adalah dengan bas awam (bus umum).
Cukup mudah menemukan tempat untuk naik bas awam ini. Begitu keluar dari gedung bandara, kita akan menemui booth taxi service. Setelah itu belok kiri dan berjalan lurus saja sampai menemui shelter untuk menunggu bas awam.

Shelter Bas Awam di Bandara Internasional Brunei
Seperti yang Anda lihat pada foto di atas. Tidak ada penumpang lain yang menunggu bas awam selain saya. Wkwkwkwk.
Saya tidak ingat pasti berapa nomor bus yang saya naiki. Yang jelas busnya berwarna hijau. Sebelum naik, sebaiknya tanya dulu apakah bus tersebut menuju Pusat Bandar.
Perjalanan dari bandara menuju Pusat Bandar ini kira-kira memakan waktu sekitar 20 menitan. Bus terakhir berhenti di Terminal Bus Bandar Seri Begawan yang berada di Pusat Bandar.
Di dalam bus ada seorang kondektur yang akan menarik uang dari penumpang serta memberikan karcis. Tarifnya flat 1 Dollar jauh-dekat. Dan sejauh yang saya tahu, semua rute bus kota di Bandar Seri Begawan ini memang menerapkan tarif flat 1 Dollar.
Oh ya, jangan dibayangkan bus umum di sini mirip seperti bus Rapid KL yang ada di Kuala Lumpur ya. Kebagusan itu. Bus yang saya naiki ini lebih mirip Metromini mungkin ya.
Kursinya sebagian sudah lapuk, sampai terlihat busanya. Walaupun demikian kondisinya bersih kok. Formasi kursinya juga agak beda, yakni 1-2. Biasanya kan 2-2.

Di dalam bus awam menuju Pusat Bandar
Perjalanan baliknya dari Pusat Bandar menuju Bandara lebih mudah lagi. Ada lebih dari satu bus di Terminal Bandar Seri Begawan yang melayani rute melalui Brunei International Airport. Tiap rute bus ada tempat parkirnya sendiri, dan ada tulisan nama-nama tempat yang dilalui.
Di terminal juga ada papan informasi bergambar peta rute bus-bus yang berangkat dari terminal ini. Jadi kalau bingung, bisa pelajari peta tersebut, atau bertanya kepada orang-orang yang ada di terminal.
Dari terminal ke bandara saya masih menaiki bus warna hijau juga. Nomor 24 kalau tidak salah.

Peta rute bus-bus umum di Bandar Seri Begawan dan sekitarny
Oh ya, ada pengalaman kurang menyenangkan dalam perjalanan ke bandara waktu itu. Bus yang saya tumpangi sempat tidak masuk ke kawasan bandara. Sang sopir bablas begitu saja men-skip bandara.
Memang sih sang sopir sempat berteriak “Airport… airport…”. Saya pikir itu cuma pemberitahuan saja. Ternyata maksudnya adalah bertanya kepada penumpang apakah ada yang mau turun di airport.
Saya baru ngeh ketika bus melewati begitu saja kawasan bandara tanpa masuk ke dalamnya. Kebetulan memang ketika itu tidak ada penumpang lain yang mau ke bandara selain saya.
Akhirnya saya pun bilang “Airport… Airport…”. Sang sopir bus terlihat agak kesal ketika saya baru bilang turun di airport dan membuatnya harus memutar balik.
Sebenarnya sebelum naik saya juga sudah bilang ke kondektur kalau mau turun di bandara. Tapi sang kondektur sepertinya lupa. Saat saya turun, mas sopirnya yang ternyata juga orang Jawa sempat meminta maaf kepada saya.
Sepertinya memang betul beberapa cerita dari travel blogger yang saya baca di internet sebelumnya. Jika kita naik bus di Brunei, sebaiknya memang mengatakan tujuan kita ke mana kepada kondektur. Apalagi jika tujuan kita ada di tengah-tengah rute perjalanan bus.
Sebab, tak jarang bus-bus tersebut suka men-skip beberapa tempat alias memotong rute yang dilaluinya. Mungkin karena di Brunei sangat jarang orang yang menaiki bas awam, sehingga mereka hafal tempat-tempat yang jarang ada penumpang pada jam-jam tertentu. Jadi percuma saja lewat tempat-tempat tersebut. Itu dugaan saya saja sih. (bersambung)
Tiket KUL-BGN PP yang gue dapet buat 24-28 Maret lalu juga cuma Rp 400ribuan, bro. Lagi promo, sayang terbuang sia-sia 😦
Dari hasil riset, pendapatan per kapita di Brunei itu memang tinggi, hampir semua warganya punya mobil. Kalau ada yang jalan kaki atau naik angkutan umum, bisa dipastikan itu pendatang atau pelancong, haha. Brunei lebih pas disamakan dengan Singapura untuk biaya hidup. Jadi no surprise kalau di sana memang mahal 😀
Kalau gue sih akan menjawab sopir saat dia berteriak, “Airport!” Sama seperti angkot di Bandung, gue mengartikan seruan itu sebagai sebuah pertanyaan yang harus direspon.
Btw lo nggak pernah blogwalking ya, bro? Blognya bagus padahal hehe
LikeLike
Wew, ternyata bisa dapat lebih murah lagi ya… Sayang gw nggak dapet segitu :D. Kayaknya lumayan sering ya AirAsia ada promo KL-Brunei. Semoga lo next time bisa dapat kesempatan promo ke Brunei. Tapi sayang sih 400 ribu terbuang begitu aja. 😥
Yoi bro, memang biaya hidupnya selevel sama Singapura. Tapi soal kemajuan fasilitas, IMHO, masih kalah sama Indonesia. At least perbandingan sesama antar ibukotanya ya.
Wkwkwk… Bukan nggak pernah blogwalking sih, cuma jarang aja. Itu pun biasanya jadi silent reader aja. 😅
LikeLike
Iya bener, fasilitas publik kalah sama Indonesia
LikeLiked by 1 person