Sungai Melaka

Membolang ke Melaka (Bag. 2-Tamat): 3 Jam di Melaka

Di Stadthuys inilah petualanganku menyusuri kawasan heritage Melaka dengan berjalan kaki dimulai. Setelah foto-foto sejenak di Stadthuys, aku menyeberang jalan. Di seberang terdapat kincir angin yang mirip banget dengan yang biasa ada di Belanda. Namun yang ini sepertinya cuma replika aja sih.

Kincir Angin

Kincir Angin

Di sini sesaat aku bingung mau melangkah ke mana lagi. Ada perempatan di hadapan. Mau belok kanan, kiri, atau lurus. Banyak turis lain yang berjalan kaki ke tiga arah itu.

Sayangnya aku tidak bisa menggunakan smartphone yang kupunya karena tak ada koneksi internet untuk melihat maps atau browsing. Namun, beruntung di seberang Stadthuys tampak sebuah bangunan bertuliskanTourist Information Centre Melaka. 

Aku pun masuk ke dalam sana untuk mencari brosur peta wisata sekitar. Sayangnya peta wisata itu hanya tersaji di meja saja. Tak ada brosur yang tersedia. Biar go green katanya. Akhirnya aku pun memotret peta tersebut. Lumayanlah daripada berjalan tanpa arah, haha.

Peta Heritage Trail Melaka

Peta Heritage Trail Melaka

Btw, jalan-jalan diburu waktu itu sungguh tak menyenangkan. Karena aku tak tahu berapa lama perjalanan yang dibutuhkan dari Melaka ke KLIA, aku pun memperkirakan paling telat pukul 4 sore aku sudah harus meninggalkan Melaka.

Asumsiku, perjalanan Melaka-KLIA ini paling cepat bakal memakan waktu 3 jam. Ditambah antisipasi jika jalanan macet dan kejadian di luar perkiraan lainnya, perjalanan mungkin bisa memakan waktu 4 jam. Dengan asumsi seperti itu aku masih punya cukup waktu untuk check-in, makan malam, dan bersantai menunggu boarding pesawat (oh ya btw sampai di Melaka ini aku belum sempat sarapan ataupun makan siang, cuma ngemil aja haha).

Karena itu, aku udah harus cabut ke Melaka Sentral dari Stadthuys ini setidaknya paling telat pukul 3 agar bisa mengejar bus pukul 4 sore. Dengan demikian waktuku efektif untuk berkeliling di kawasan wisata heritage Melaka ini adalah (hanya) hanya 2 jam. Aku pun harus pintar-pintar menyusun plan rute dan tempat yang mau kukunjungi.

Aku berjalan ke arah selatan, menyusuri pedestrian yang sejajar dengan sungai. Objek yang kutemui pertama yang menarik perhatianku adalah kincir air raksasa. Yang ini replika juga sih. Saat itu banyak turis yang foto-foto di sana.

Kincir Air

Kincir Air

Setelah itu aku berjalan kembali. Kali ini menemui Maritime Museum. Dari luar museum ini sudah tampak sangat mencolok dengan replika kapal kayu yang amat besar.

Tidak gratis untuk masuk ke dalam museum ini. Harga tiket untuk orang asing (foreigner) adalah sebesar 6 Ringgit, dua kali lipat dari harga tiket untuk orang lokal. Harga untuk anak-anak dibedakan juga.

Maritime Museum

Maritime Museum

Selain museum berbentuk replika kapal tadi, ada satu lagi museum yang berada pada bangunan terpisah. Museum yang di dalam kapal ini fokusnya lebih kepada sejarah maritim Melaka, meliputi sejarah kesultanan Melaka, cerita pelaut-pelaut terkenal Melayu dan perdagangan pada masa lalu.

Tur di dalam Maritime Museum

Tur di dalam Maritime Museum

Setelah puas menjelajahi Maritime Museum a.k.a. Muzeum Samudera, aku pergi melanjutkan perjalanan lagi ke objek yang lain Aku berjalan ke arah selatan, melewati menara Taming Sari, yang sepintas tampilannya mirip KL Tower. Aku berjalan menuju ke taman yang ada di sampingnya. Sebuah taman hijau yang cukup luas dan tengah ramai dengan pengunjung yang berpiknik di sana.

Dari taman ini jalan sedikit menanjak. Aku berjalan mengikuti tanjakan itu dan… eurekaa… aku ‘menemukan’ satu objek lagi yang bernama Porta De Santiago. Kenapa aku bilang ‘menemukan’, karena memang aku berjalan tanpa melihat peta, alias mengandalkan insting saja saat itu.

Jadi sebenarnya di kawasan heritage-nya Melaka ini, kita hanya berjalan sedikit saja kemungkinan besar akan menemukan salah satu objek menarik di sana. Asyik kan. Selain itu di kawasan itu banyak turis yang berjalan kaki ke mana-mana. Kalau Anda bingung arah, ikuti saja kerumunan turis yang berjalan, haha.

Porta De Santiago

Porta De Santiago

Porta De Santiago ini adalah sebuah benteng yang didirikan oleh Portugal di masa lampau pada tahun 1511 oleh Alfonso de Albuquerque. Nggak asing kan namanya. Sering kita dengar di pelajaran sejarah sekolah dulu.

Porta De Santiago ini berada di atas bukit. Dari atas situ kita bisa melihat pemandangan Selat Malaka. Juga pemandangan kota Melaka di sekitar. Untuk mencapai Porta De Santiago ini kita tinggal menaiki anak tangga saja dari jalan yang berada tak jauh taman tadi.

View Selat Melaka dan Menara Taming Sari di kejauhan

View Selat Melaka dan Menara Taming Sari di kejauhan

Karena waktu yang semakin terbatas, dan kebetulan aku belum melaksanakan sholat dhuhur, maka tujuan berikutnya adalah Masjid Kampung Kling. Jaraknya lumayan jauh dari Porta De Santiago ini. Untuk ke sana, harus berjalan kaki ke Jonker Street dulu. Jonker Street ini adalah area tourist haven dengan penginapan, bar, restaurant di mana-mana.

Salah satu sudut Jonker Street

Salah satu sudut Jonker Street

Masjid Kampung Kling ini nggak besar-besar amat rupanya. Ketika aku masuk ke kompleks masjid, tampak ada turis bule dan Jepang(?) yang sedang memotret-motret di lingkungan masjid.

Aku sendiri langsung menuju ke tempat wudlu yang berada di samping masjid. Sebagaimana umumnya masjid-masjid peninggalan masa lalu, di Masjid Kampung Kling ini tempat wudlunya berupa kolam dan tersedia gayung-gayung di sekelilingnya untuk mengambil air wudlu. Aku melaksanakan sholat Dhuhur dan Ashar dijama’ saat itu.

Interior Masjid Kampung Kling

Interior Masjid Kampung Kling

Seusai sholat, aku berjalan kembali menuju Stadthuys. Kali ini menyusuri jalan yang berbeda. Aku mencoba menyusuri jalan di sisi sungai. Di sisi sungai ini terdapat pedestrian yang sangat nyaman untuk berjalan kaki.

Sungai Melaka

Sungai Melaka

Beruntung sekali saat aku tiba di Stadthuys, tengah berhenti bus Panorama Melaka no. 17 di sana. Banyak penumpang berpenampilan turis yang turun dari bus. Yang naik pun juga banyak. Tak mau membuang waktu menunggu bus berikutnya aku pun naik ke dalam bus. Sang sopir bus menagih ongkos begitu aku naik. Ongkos ke Melaka Sentral untuk perjalanan balik dari Stadthuys ini adalah 2 Ringgit.

Jauh sekali ternyata perjalanan balik ke Melaka Sentral ini. Dari Stadthuys bus muter-muter menuju destinasi akhir “Ujong Pasir” terlebih dahulu. Sesampai di sana bus baru memutar balik menuju Melaka Sentral. Tak tahunya rute bus ini melewati ujung jalan Jonker Street. Zzzz… tahu begitu lebih baik aku naik dari sana saja daripada ikut muter-muter lama banget begini.

Setelah kurang lebih 45 menit di dalam bus… fiuuhh… lama banget memang, akhirnya kami sampai juga di Terminal Melaka Sentral. Begitu turun, aku langsung mencari loket untuk membeli tiket bus ke Kuala Lumpur.

Saat berjalan melihat-lihat daftar tujuan bus-bus luar kota, kebetulan sekali aku melihat ada Bus Transnasional yang melayani rute ke KLIA/KLIA2. Wah, ini dia yang kucari. Dan kebetulan pula jadwal yang terdekat adalah pukul 16.00, alias 5 menit lagi.

Loket Bus Transnasional di Melaka Sentral

Loket Bus Transnasional di Melaka Sentral

Aku pun langsung membeli tiket bus Transnasional di loket. Alhamdulillah masih bisa beli untuk keberangkatan yang pukul 16.00 ini. Ongkosnya adalah 24,30 Ringgit.

Bus Transnasional yang hendak kutumpangi datang terlambat sekitar 5 menit dari jadwal. Namun, sebentar saja bus itu singgah di platform karena tak lama kemudian semua penumpang naik dan bus pun langsung berangkat.

Platform bus di Melaka Sentral

Platform bus di Melaka Sentral

Perjalanan Melaka-KLIA ini ternyata lumayan cepat. Hanya 2,5 jam saja. Itu pun bus sempat berjalan merambat di suatu tempat di jalan tol. Bus mengantarkan penumpang terlebih dahulu ke KLIA2, baru kemudian ke KLIA.

Aku tiba di KLIA pukul 18.30. Kalau tahu ada bus yang langsung ke KLIA dari Melaka, tentu aku bakal nambah 1-2 jam di Melaka, haha. Ini kecepatan sampai di bandaranya. Masih 3,5 jam sebelum jadwal keberangkatan pesawatku ke Jakarta.

Sayang banget selama di Melaka nggak sempat nyoba kulinernya. Buru-buru banget sih soalnya. Tapi paling nggak sudah cukup terobatilah rasa penasaran terhadap Melaka, hehe.

13 thoughts on “Membolang ke Melaka (Bag. 2-Tamat): 3 Jam di Melaka

  1. Loudya

    Hallo mas aku mau tanya dong. Itu bus balik ke malaka sentral kan ternyata berhenti di ujung jalan jongker street. Nah diujung jalan itu mksdnya lbh spesifiknya didaerah mana ya?

    Like

    Reply
    1. otidh Post author

      Kalo kakak jalan terus menyusuri Jonker Street ke arah barat laut, nanti kan sampai di Jalan Kubu. Nanti di seberang jalan sana ada halte buat nyegat bus.

      Like

      Reply
  2. Ivan

    Mantap ini infonya.. Detail dan Berguna… Sy hari ini tour dari KL ke malaka sd balik ke KL ngikuti blog ini.. Gak tersesat… Dari ujung jonker ke malaka sentral naik bis panorama ongkosnya rm 1.
    Thx….

    Ni nulis dari kkkl express menuju ke TBS

    Like

    Reply
  3. Tty

    Ulasannya menarik. Minggu depan saya akan bawa bbrp teman ngebolang ke KL. Jadi terinspirasi mau ke Melaka juga nih. Terimakasih. Ijin share ya…

    Like

    Reply
  4. rico

    mas, maaf tanya kalau dari melaka sentral bis nya lewat belakang jonker Street engga ya ( jl.kubu ) soalnya hotel aku hampir di ujung jonker street… makasih mas…

    Like

    Reply
    1. otidh Post author

      Lewat mas, tapi itu di rute baliknya bus. Busnya dari Melaka Sentral habisin rutenya ke Ujong Pasir (tujuan akhir bus) dulu, baru setelah itu balik ke Melaka Sentral lewat Jonker Street. Itu jauh dan lama banget. Belum macetnya.

      Jadi mas mending turun di Stadthuys (Dutch Square) aja. Turis-turis umumnya juga turun di situ kok. Habis itu jalan kaki ke Jonker Street. Sepanjang jalan dari Stadthuys ke Jonker Street itu semua masih tourist area, jadi nggak terasa lah walau jalan kaki agak jauh. Ada tukang becak juga di sana.

      Like

      Reply

Leave a comment