[Book] Titik Nol

Titik Nol - Agustinus Wibowo

Titik Nol – Agustinus Wibowo

Sekitar dua bulan yang lalu aku dan Neo menyusun rencana untuk berpetualang ke Nepal tahun depan. Kami membagi plan tersebut di grup Whatsapp backpacker kecil kami. Kemudian oleh Lino aku disarankan untuk membaca buku tavel writing berjudul “Titik Nol” tulisan Agustinus Wibowo. Katanya di sana ada cerita tentang perjalanan Agustinus di Tibet dan Nepal. Aku pun tertarik membacanya. Akhirnya aku mencari buku tersebut di toko buku.

Titik Nol adalah buku pertama Agustinus Wibowo yang pernah ku baca. Ternyata Titik Nol ini tidak hanya menceritakan tentang kisah Agustinus di Tibet dan Nepal saja, sebagaimana yang awalnya kutangkap dari info yang diberikan Lino di Whatsapp. Lebih dari itu, buku ini bercerita tentang perjalanannya dari Beijing hingga ke Afghanistan.

Sangat menyenangkan membaca Titik Nol ini. Kupikir Titik Nol ini hanya akan bercerita tentang kisah-kisah sepanjang perjalanan saja. Ternyata tidak hanya itu. Agustinus dalam menceritakan kisah perjalanannya itu sering menyisipkan pemikiran-pemikiran hasil kontemplasinya akan makna perjalanan yang dia lakukan, fenomena-fenomena yang dilihat dan dialaminya, atau tentang makna kehidupan itu sendiri. Dia juga banyak membagi pelajaran-pelajaran yang dia peroleh dari orang-orang yang dia temui dalam perjalanan. Salah satunya dari seorang perempuan berkebangsaan Malaysia, Lam Li, yang telah dianggapnya sebagai guru perjalanan.

Di antara gagasan-gagasan pemikiran yang dituangkannya di buku ini, ada banyak hal baru yang ku dapatkan, namun ada juga yang saya tidak sepakat dalam beberapa hal. Namun hal tersebut tak mengurangi rasa kekagumanku akan gaya bercerita dan menyampaikan gagasan yang dia lakukan di buku Titik Nol ini.

Agustinus dengan sangat apik menyampaikan narasi dan deskripsi perjalanan yang dia lakukan. Membaca buku ini, aku seolah sedang ikut mengalami petualangannya yang dimulai dari Beijing dengan menumpang kereta yang penuh sesak ke Xinjiang, menyelundup ke Tibet, trekking di pegunungan Himalaya di Nepal, terserang penyakit hepatitis di India sehingga harus diopname beberapa hari, menjadi relawan pemulihan pasca gempa di Kashmir, mengamati penerapan agama Islam di Pakistan, dan menjadi jurnalis di Afghanistan sebuah negara di mana bom sudah menjadi pemandangan sehari-hari.

Di tiap tempat yang dia kunjungi itu ada banyak hal menarik yang dia temui. Tibet dan Nepal misalnya. Walaupun keduanya sama-sama menempati wilayah surga Himalaya, namun terasa perbedaannya. Tibet terasa jauh lebih surgawi dengan eksklusifitasnya, berbeda dengan Nepal yang mengobral surganya. Atau ketika di Afghanistan di mana sehari-hari orang Afghanistan menyampaikan salam “Zinda Boshi!” yang berarti “Hiduplah kau selalu!” kepada orang yang ditemui. Sebuah salam yang sungguh bermakna, menyadarkan setiap hembusan nafas begitu berharga di negeri yang nyawa seolah berharga sangat murah.

Bagaimana Agustinus melatakkan plot-plot ceritanya di Titik Nol ini juga cukup unik. Tidak mudah menulis dua plot cerita secara paralel. Namun menurutku Agustinus cukup brilian merangkai dua plot cerita paralel tersebut, satu berkisah tentang perjalanannya dan satu lagi tentang cerita dirinya yang tengah menengok ibundanya yang terbaring sakit. Walaupun dua plot tersebut terjadi dalam waktu yang terpisah, namun selalu ada benang merah yang menghubungkan kedua plot yang sedang diceritakan.

Perjalanan Agustinus yang bermula dari Beijing itu sendiri sejatinya ingin diakhirinya di Afrika Selatan. Namun rencana tersebut terpaksa diakhiri ketika ia harus terbang pulang ke Indonesia demi merawat ibundanya yang terbaring sakit. Namun, justru dengan kepulangannya dan dari ibunya yang tidak pernah ke mana-mana itulah Agustinus mulai menemukan satu demi satu makna perjalanan yang selama ini terabaikan.

Di menjelang bagian akhir dari buku ini ada satu paragraf yang aku suka yang ingin ku kutip di sini:

“Perjalanan adalah belajar melihat dunia luar, juga belajar untuk melihat ke dalam diri. Pulang memang adalah jalan yang harus dijalani semua pejalan. Dari titik nol kita berangkat, kepada titik nol kita kembali.”

Btw, setelah membaca Titik Nol ini, saya menjadi tertarik untuk mengikuti tulisan-tulisan Agustinus di bukunya yang lain. 🙂

3 thoughts on “[Book] Titik Nol

Leave a comment