Kantor imigrasi Kamboja

Backpacking Indochina 9D8N (Bag. 6): Day 5 – Bangkok-Siem Reap

Rabu, 28 Mei 2014

Subuh itu kami semua sudah terbangun dari tidur. Seusai melaksanakan sholat Subuh, kami semua mulai melakukan packing barang masing-masing. Menurut rencana, kami akan meninggalkan Bangkok pagi ini menuju Siem Reap, Kamboja, pukul 9 dari Mo Chit Bus Station.

Berdasarkan pengalaman sehari sebelumnya, waktu yang dibutuhkan oleh bus kota dari Mo Chit menuju Khao San Road adalah sekitar 1 jam pada siang hari. Tentunya di pagi hari kondisi jalan bakal lebih macet karena bersamaan dengan orang-orang yang berangkat sekolah dan kerja. Karena itulah paling telat pukul 7 pagi kami menargetkan sudah cabut dari hostel.

Teman-teman yang menginap di Thrive The Hostel dan Suneta Hostel masing-masing berangkat sendiri. Sedangkan kami yang menginap di Hiig Hostel barengan dengan mereka yang menginap di Four Sons Village karena lokasinya yang memang bersebelahan. Pagi itu kami tak sempat sarapan. Paling cuma makan roti yang kami beli di 7Eleven dekat hostel.

Berangkat ke Mo Chit Bus Station

Dari hostel kami yang berada di Soi Rambuttri kami berjalan kaki melalui gang tembusan ke jalan Phra Athit. Rute bus no. 3 yang menuju ke Mo Chit berbeda dengan rute kebalikannya. Bus ini tidak melewati Khao San Road, tetapi jalan Phra Athit. Walaupun demikian lokasinya nggak terlalu jauh juga sih. Masih walkable lah.

Beruntung sekali kami pagi itu. Baru saja tiba di halte bus merah no. 3 sudah berhenti di depan kami. Kami semua pun buru-buru naik.

Ada yang agak aneh pagi itu. Di dalam bus tidak ada kondektur yang menariki uang penumpang seperti pengalaman kami sebelumnya. Dan nyatanya sampai kami tiba di Mo Chit, kami tak perlu mengeluarkan uang sepeser pun menumpang bus ini. Entah memang ada jam gratis di pagi hari atau gimana, aku kurang begitu tahu.

Benar kekhawatiran kami. Pagi itu jalanan Bangkok memang sangat ramai. Dari tempat kami naik sampai berhenti di Mo Chit 2 Bus Station memakan waktu hampir 1,5 jam. Kami tiba di Mo Chit Bus Station sekitar pukul 8.30. Masih ada waktu sekitar setengah jam untuk belanja-belanja perbekalan di terminal ini.

Salah satu kondisi jalanan Bangkok

Salah satu kondisi jalanan Bangkok

Sementara itu, teman-teman dari Thrive The Hostel dan Suneta Hostel, seperti Khairul, Pambudi, dkk. sudah tiba lebih dahulu di sana. Maklum, mereka memilih menggunakan taksi dari hostel mereka.

Ada yang unik dengan bus yang kami tumpangi ke Kamboja ini. Bus ini menggunakan setir kiri. Maklum, Kamboja merupakan termasuk negara yang menggunakan setir kiri untuk kendaraannya. Agak unik sih, ini pengalaman pertamaku naik bus dengan menggunakan setir kiri. Padahal di Thailand sendiri masih menganut “paham” setir kanan.

Bus yang kami tumpangi cukup nyaman. Tapi masih belum masuk kelas eksekutif lah kalau di Indonesia ini. Di dalam ada toiletnya. AC-nya pagi itu terasa cukup dingin. Sesaat setelah berangkat masing-masing penumpang memperoleh snack yang dibagi oleh sang kondektur.

Perjalanan dari Bangkok ke perbatasan

Bus baru berangkat kira-kira 15 menit lewat dari jam 9. Agak telat dari yang dijadwalkan sih. Sang kondektur dan satu orang petugas dari PO bus perlu memastikan apakah semua penumpang sudah berada di dalam bus. Setelah itu baru kemudian bus berangkat.

Suasana di dalam bus

Suasana di dalam bus

Di tengah perjalanan ada semacam form “absensi” yang harus diisi tiap penumpang. Masing-masing penumpang cuma perlu mengisikan data dirinya sesuai paspor. Form ini jadi satu untuk semua penumpang, dan dioper dari depan sampai ke belakang.

Dari data di dalam form itu aku bisa mengetahui data penumpang-penumpang lain yang ada di dalam bus. Jadi selain kami ber-22 yang ada di dalam bus ini, ada beberapa penumpang berkewarganegaraan Thailand, Perancis, USA, dan Venezuela. Itu beberapa yang kuingat. Tujuan mereka sama sepertinya sama seperti kami, yakni ke Siem Reap karena ingin ke Angkor Wat. Well, kenyataannya memang keesokan harinya aku sempat bertemu beberapa orang itu di Angkor Wat. 😀

Setelah 2 jam perjalanan, atau sekitar pukul 11.15, bus yang kami tumpangi berhenti di sebuah rest area. Kami diberi waktu sekitar 20 menitan untuk buang air kecil atau membeli perbekalan di minimarket yang berada di area tersebut. Ada food court-nya juga sih di situ. Cuma agak ragu dengan kehalalannya. Selain itu tulisannya semua pakai aksara Thailand. Akhirnya aku beli salad buah saja di sana untuk mengganjal perut.

Di rest area

Di rest area

Setelah itu bus melanjutkan perjalanannya kembali. Sekitar 2 jam kemudian tak terasa kami sudah tiba di Aranyaprathet, kota terakhir di wilayah Thailand menjelang perbatasan dengan Kamboja. Bus berhenti di sebuah gedung yang sepertinya merupakan kantor agen atau biro perjalanan yang masih di bawah perusahaan bus ini. Kondektur menawarkan kepada penumpang bagi mereka yang belum memiliki visa bisa mengurusnya di sini. Berhubung kami adalah WNI kami tak perlu turun karena memang tak memerlukan visa untuk masuk Kamboja.

Di tempat ini petugas perusahaan bus membagikan nasi kotak kepada masing-masing penumpang. Menunya adalah nasi goreng udang. Kondisi kami saat itu memang sudah cukup kelaparan. Akhirnya terpaksa kami makan nasi goreng udang tersebut, walaupun dalam hati sebenarnya ada keraguan akan cara memasaknya.

Imigrasi Thailand-Kamboja

Hanya 5 menit perjalanan dari gedung tersebut tak terasa bus sudah tiba di perbatasan Thailand-Kamboja. Semua penumpang diminta oleh turun oleh kondektur bus untuk menyelesaikan urusan imigrasi.

Pertama, tentu saja mendapatkan cap keluar dari Thailand di paspor. Tidak ribet prosesnya. Begitu mengantri, menghadap petugas imigrasi, dicap, langsung keluar.

Dari kantor imigrasi Thailand kami berjalan kaki menuju perbatasan Thailand-Kamboja. Perbatasan ini ditandai dengan adanya gapura besar dengan tulisan “Kingdom of Cambodia”.

Pambudi di border Kamboja

Pambudi di border Kamboja

Berjalan ke imigrasi Kamboja (photo by Rizky)

Berjalan ke imigrasi Kamboja (photo by Rizky)

Suasana daerah perbatasan ini sangat ramai. Orang-orang lalu lalang ke sana kemari. Nama kota perbatasan di wilayah Kamboja ini adalah Poipet.

Yang menarik adalah di kawasan perbatasan ini terdapat at least dua kasino yang sangat megah. Well, memang kalau dibandingkan dengan kasino-kasino yang pernah kulihat di Makau, kasino-kasino di sini kalah gemerlap sih. Tapi melihat kondisi kanan-kiri gedung kasino ini yang infrastrukturnya tampak sederhana, keberadaan kasino ini laksana oasis di padang pasir.

Holiday Palace Casino (photo by Rizky)

Holiday Palace Casino (photo by Rizky)

Begitu pula dengan kantor imigrasi masuk Kamboja yang bangunannya sangat, sangat, sangat sederhana menurutku. Bahkan cenderung tidak meyakinkan untuk ukuran sebuah kantor urusan imigrasi. Well, welcome to Cambodia!

Kantor imigrasi Kamboja

Kantor imigrasi Kamboja

Sebelum menghadap petugas imigrasi kita perlu mengisi form kecil mengenai data diri dan maksud kedatangan kita. Tidak ribet kok.

Setelah urusan imigrasi beres, kami segera kembali ke dalam bus. Bus sudah menunggu di dekat salah satu gedung kasino dekat kantor imigrasi. Ternyata aku bersama Pambudi termasuk orang-orang yang pertama menyelesaikan urusan imigrasi. Kami masih harus menunggu penumpang-penumpang lainnya.

Jadi sebenarnya waktu tunggu bus di perbatasan untuk urusan imigrasi ini menyesuaikan penumpang juga. Nggak mungkinlah ditinggal. Jadi kalau ditanya jam berapa bus ini tiba di Siem Reap, yaa itu relatif terhadap seberapa lama urusan imigrasi di perbatasan. Tapi kata kondekturnya biasanya jam 5 sore sudah sampai di Siem Reap.

Perjalanan dari perbatasan ke Siem Reap

Menjelang pukul 3 sore bus melanjutkan perjalanan kembali meninggalkan perbatasan. Perbedaan yang kami rasakan saat itu, jelas kali ini bus berjalan di lajur kanan. Selain itu, terlihat sekali bahwa Kamboja ini masih agak terbelakang. Terutama dibandingkan dengan Thailand. Namun, penampakan desa-desanya sebelas dua belas lah sama di Thailand, Malaysia, dan Indonesia, dan mungkin Asia Tenggara secara umum.

Salah satu yang paling mencolok dari “terbelakang”-nya Kamboja ini adalah infrastruktur jalan rayanya yang masih buruk. Sebagian jalan masih belum teraspal dengan baik. Hanya berupa tanah dan bebatuan kerikil. Jadi bus terpaksa memperlambat lajunya ketika melintasi jalanan seperti itu. Jika kondisi jalannya bagus, jarak Poipet-Siem Reap ini pasti bisa di tempuh dengan lebih singkat.

Hal lain yang menarik pengamatanku adalah kondisi tanah di Kamboja ini umumnya kering. Tanah-tanahnya berdebu sekali. Entah karena sedang musim kering atau memang kondisinya seperti itu.

Tak terasa setelah 2,5 jam perjalanan bus mulai memasuki Siem Reap. Siem Reap ini adalah nama propinsi sekaligus nama ibukota propinsinya. Sekilas kota ini terlihat seperti kota mati walaupun banyak hotel-hotel megah di sepanjang jalannya. Sepi sekali.

Salah satu sudut kota Siem Reap (photo by Hafidh)

Salah satu sudut kota Siem Reap (photo by Hafidh)

Baru ketika bus mulai memasuki kawasan backpacker-nya denyut kehidupan di sana mulai terasa. Terlihat bule-bule yang tengah bersepeda atau berjalan kaki. Beberapa rumah makan juga lumayan ramai. Toko-toko souvenir, money changer, dan agen-agen perjalanan ikut meramaikan kawasan ini.

Tiba di Siem Reap

Bus yang kami tumpangi berhenti di depan sebuah kantor agen perjalanan. Kantor agen tersebut milik perusahaan bernama Nattakan Cambodia Co. Ltd. Ternyata itulah nama perusahaan bus yang kami tumpangi. Haha, baru tahu aku ketika itu.

Nattakan Cambodia Co. Ltd. (photo by Rizky)

Nattakan Cambodia Co. Ltd. (photo by Rizky)

Begitu kami tiba, di halaman depan kantor agen sudah menunggu belasan sopir tuk-tuk. Kami baru tahu ternyata perusahaan bus ini menyediakan jasa antar gratis ke tempat penginapan masing-masing penumpang. Alhamdulillah, hihi.

Ketika itu, salah seorang anggota rombongan kami, Abdan bersama Jaul bernegosiasi dengan salah seorang koordinator sopir tuk-tuk di sana mengenai tawaran mereka untuk menjadi pemandu tur ke Angkor Wat keesokan harinya. Intinya sih mereka menawarkan paket keliling Angkor Wat mulai dari ba’da subuh sampai pukul 5 sore seharga USD 15/tuk-tuk. Itu sudah termasuk fasilitas penjemputan di penginapan dan mereka akan mengantarkan ke candi-candi yang “must visit” lah.

Harga USD 15 itu nggak bisa ditawar. Sebab itu harga resmi yang ditetapkan oleh perusahaan mereka. Jadi sebenarnya sopir-sopir tuk-tuk yang menawari kami itu berkerja di bawah suatu perusahaan. Kami diberikan kwitansi bukti pembayaran dan daftar candi yang akan kami kunjungi. Namun, sore itu kami hanya membayar separuhnya saja sebagai DP. Tapi menurut referensi-referensi yang kami baca harga USD 15 itu memang wajar sih. Rata-rata tuk-tuk memang segitu untuk tur full day di Angkor Wat.

Kwitansi booking tuk-tuk

Kwitansi booking tuk-tuk

Sementara Abdan bernegosiasi dengan sopir tuk-tuk, aku dan Ian masuk ke dalam kantor agen. Kami mencari informasi mengenai perjalanan bus ke Phnom Penh. Salah satu opsi yang kami lihat adalah Virak Buntham. Harga tiket yang diberikan agen tersebut adalah USD 10. Bus Virak Buntham ini menggunakan model sleeper bus. Lumayanlah ini buat istirahat kami di perjalanan. Soalnya kami memang berencana cabut dari Siem Reap malam hari keesokan harinya agar tiba di Phnom Penh pagi hari.

Pegawai kantor agen tersebut sempat terkejut ketika aku bilang ingin memesan tiket untuk 22 orang. Dia sempat agak membelalakkan matanya, haha. Terus aku bilang, “Yeah, I’m serious. I wanna buy tickets for 22 people.” 😀

Oh ya, jangan terkejut ya kalau harga-harga barang, makanan, tiket, atau jasa lainnya di Kamboja ini, khususnya di Siem Reap, umumnya disebutkan dalam mata uang USD. Dalam kehidupan sehari-hari mereka memang menerima dua mata uang, yakni Riel Kamboja (KHR) dan Dollar US (USD). Itulah yang bikin segala sesuatunya jadi lebih mahal di Kamboja ini, terutama bagi kita orang Indonesia yang mata uangnya tengah melemah.

Check-in Penginapan

Setelah urusan tiket bus ke Phnom Penh dan tuk-tuk untuk tur Angkor Wat beres, kami semua pun langsung naik tuk-tuk untuk pergi menuju penginapan. Seperti biasa, Khairul, Abdan, Jaul, dan Benny, 4 sekawan ini menginap di hostel yang berbeda dengan rombongan. Maklum, mereka memesan paling pertama di antara kami semua.

Naik tuk-tuk (photo by Ian)

Naik tuk-tuk (photo by Ian)

Satu tuk-tuk mampu memuat hingga 4 orang. Jadi ada 6 tuk-tuk yang kami sewa saat itu. Abdan dkk yang berada dalam satu tuk-tuk, belok ke arah yang berbeda. Mereka menginap di Palm Garden Lodge. Sementara kami ber-18 sisanya semua menginap di One Stop Hostel. Lokasi One Stop Hostel ini berada di ruas jalan yang sama dengan kantor agen tadi. Jadi tuk-tuk tinggal jalan lurus saja dari sana. Jaraknya pun ternyata sangat dekat. Hanya 5 menit perjalanan saja dengan tuk-tuk.

Oh ya, dalam 5 menit perjalanan itu, salah satu anggota rombongan kami, Hafidh, sempat-sempatnya menyanyikan 1 lagu berjudul “I’m Yours” dari Jason Mraz. Awal mulanya gara-gara sang sopir tuk-tuk kami tertarik dengan ukulele yang dibawa sama si Ian. Dia pingin belajar main ukulele. Akhirnya sama si Hafidh diajarin mainin lagu “I’m Yours” tadi, haha.

Enaknya ternyata lokasi One Stop Hostel ini dekat sekali dengan Night Market. Tinggal nyeberang saja, hihi.

OneStop Hostel di malam hari (photo by Rizky)

OneStop Hostel di malam hari (photo by Rizky)

Setibanya di hostel, kami semua segera check-in sesuai nomor booking masing-masing. Setiap orang wajib memberikan deposit USD 1. Aku dan Pras yang booking barengan mendapatkan kamar dormitory dengan kapasitas 4 orang. Dua orang lain di kamar kami ternyata Ryan dan Laura TI’07.

Kamar yang kami dapatkan ukurannya cukup sempit. Hampir tak ada ruang tersisa. Kamar dijejali 2 tempat tidur bertingkat dan 4 loker yang bentuknya seperti peti harta karun, haha. Untungnya space yang tersisa cukup buat kami untuk melaksanakan sholat di kamar.

Jalan-jalan malam di Night Market

Pukul 7 malam, setelah bersih-bersih diri dan istirahat sebentar, kami keluar menikmati kehidupan malam di kawasan backpacker Siem Reap ini. Di mana-mana terlihat backpacker-backpacker hilir mudik. Sementara tukang-tukang tuk-tuk terlihat stand by di depan beberapa hostel ataupun rumah makan mencari calon penumpang.

Night Market (photo by Ian)

Night Market (photo by Ian)

Jalan-jalan di Night Market (photo by Putri)

Jalan-jalan di Night Market (photo by Putri)

Kami jalan-jalan menyusuri night market ini sambil mencari tempat makan. Agak susah-susah gampang mencari makanan halal di kawasan night market. Sebenarnya ada beberapa, tapi semuanya adalah restoran India. Padahal malam sebelumnya kami sudah makan di restoran India. Kami masih berharap dapat menemukan masakan Melayu, haha.

Tapi akhirnya kami menyerah juga, haha. Ujung-ujungnya sih tetap makan di restoran India. Kali ini restoran yang beruntung menjadi jujugan kami yaitu restoran “Maharajah”. Kami ada 9 orang yang makan di sana saat itu.

Sementara rombongan yang lain kabarnya berhasil menemukan restoran Melayu di lokasi yang agak jauh dari night market. Tapi tetap, penjualnya muslim India-Melayu. Mereka katanya sempat dimarahi oleh pemilik restoran karena terlalu ramai, haha. “Senyap sikit,” begitu kata yang punya restoran. 🙂

Di Maharajah ini aku memesan nasi briyani (lagi) dan jus mangga. Aku lupa habis berapa waktu itu. Kalau nggak salah ingat, aku memilih plain briyani karena harga menu pakai nasi yang paling murah. USD 4 kalau nggak salah. Sedangkan jus mangga ini sekitar USD 2. Oh ya, di Maharajah ini kita bisa meminta booklet-booklet pariwisata tentang Siem Reap, Angkor Wat, dan Kamboja secara umum. Gratis lho.

Makan malam di Maharajah (photo by Putri)

Makan malam di Maharajah (photo by Putri)

Abdan dkk makan malam di restoran Malaysia (photo by Abdan)

Abdan dkk makan malam di restoran Malaysia (photo by Abdan)

Setelah makan malam, sekarang waktunya untuk shopping! Kami ngikut yang cewek-cewek saja sih sebenarnya. Sayangnya cewek-cewek ini ritme adventurous shopping-nya sangat tinggi. Begitu harganya nggak cocok, mereka langsung nawar-nawar sampai murah. Kalau masih nggak mau, langsung tinggal, cari tempat lain.

Sementara kami yang cowok-cowok, begitu nemu kaos yang cocok, nawar-nawar. Walaupun penjualnya cuma mau nurunin sedikit, namun kami pikir harganya masih wajar (dibandingkan dengan harga kaos-kaos sejenis di Indonesia lah), ya sudahlah dibeli saja, haha. Jadinya teman-teman yang cewek entah ke mana, sementara kami yang cowok-cowok masih bertahan di satu toko sibuk pilih-pilih kaos yang menarik buat kami, hehe. Di night market ini aku membeli 1 kaos seharga USD 3 dan souvenir 1 set gantungan kunci (terdiri atas 6 buah) seharga USD 3 juga.

Setelah shopping, aku dan beberapa teman mencoba Khmer massage di salah satu panti pijat dekat hostel. Harganya USD 5 untuk satu jam. Enak banget, sampai ngantuk aku. Mulai dari kaki sampai kepala dipiting-piting. Tapi lumayanlah badan ini yang sudah pegal-pegal habis dari perjalanan, jadi agak mendingan.

Setelah pijat, kami kembali ke hostel dan tidur. (bersambung)

———————————————————————————-

Pengeluaran Day 5

  • Beli tiket bus Virak Buntham Siem Reap-Phnom Penh : USD 10
  • Penginapan One Stop Hostel 1 malam (pesan via Agoda) : IDR 68.000
  • Makan malam di Siem Reap : USD 6
  • Beli 1 kaos & 1 set gantungan kunci : USD 6

Total = ~ IDR 321.000

*Kurs USD 1 = IDR 11.500

————————————————————-

Thanks buat foto-fotonya yang dipakai di artikel ini 🙂 :
1. Rizky
2. Ian
3. Putri
4. Abdan
5. Hafidh

————————————————————————————-

Indeks link seri artikel Backpacking Indochina 9D8N:

15 thoughts on “Backpacking Indochina 9D8N (Bag. 6): Day 5 – Bangkok-Siem Reap

    1. otidh Post author

      Kok jalan2 mulu sih Mit.. Jarang2 ini..

      Masih jadi mimpi nih main ke Italy. Situ duluan kan yang udah pasti main ke Milan. Jangan lupa Mit curi-curi foto sama pemain Inter. 😀

      Like

      Reply
    1. otidh Post author

      Hai Hafsham. Tak disangka u boleh mampir sini haha.

      Ada dua orang kan yang turun di krabi. Saya tak tahu u yang mana haha. U yang duduk di seat belakang kah?

      Like

      Reply
  1. roni

    Bro mau tanya dong, dari Bangkok (Mo Chit) jika mau ke siem reap naik bus nya nomer berapa ya?
    Berapa harga tiket mo chit – siem reap?
    Saat itu pesan tiket bus dari jauh hari atau beli on the spot ya?

    Like

    Reply
  2. roni

    Makasih untuk info nya 🙂
    Ohya boleh tau, kira kira inget gak waktu perjalanan bus dari mo chit ke siem reap jam berapa aja?

    Saya baca blog nya sangat menarik sekali, suka pesan hotel via agoda ya? Mau tanya dong. InshaAllah saya akan trip indochina tgl 2 april alhamdulillah tiket sudah ada tinggal eksekusi jalan nya aja.
    Cuma masih bingung untuk masalah hotel. Kalau pesan hotel via agoda dr beberapa bulan sebelum check in bisa gak ya?
    Proses pembayaran nya bagaimana ya? Harus pakai credit card ya, bisa via debit card gak ya?

    Ohya jika pakai credit card, tetapi pakai credit card orang lain bisa kan ya, namun saat check in di hotel tsb perlu konfirmasi credit card nya lagi atau tinggal nunjukin print out booking nya aja?

    Liked by 1 person

    Reply
    1. otidh Post author

      Waktu itu jadwalnya pukul 08.00 sama 09.00 sih. Dua-duanya memang berangkat pagi dari Mo Chit. Tapi barusan saya cek di website booking tiket busnya di http://www.thaiticketmajor.com/index_eng.php, ternyata sekarang jadwalnya cuma ada pukul 9 pagi aja.

      Yup, biasanya saya pesan di Agoda, selalu pakai kartu kredit orang lain. Maklum, nggak punya kartu kredit soalnya hehe. Nggak ada masalah kok bro. Cukup nunjukin print out bookingnya aja. Pembayarannya cuma ngelayani kartu kredit sama PayPal aja sih.

      Pernah booking di http://www.booking.com/ juga. Di sana malah bisa bayar 0 di muka alias bayar cash on the spot saat check-in.

      Like

      Reply
  3. ardi

    Hi bro. Saya juga mau trip nih ke Siem Reap – Phnom Phen – HCMC bareng teman 8 orang.
    Mau tanya ni hostel yg bro inap oke gak?
    Yg di Siem Reap sama HCMC?
    Masih bingung ni cari2 penginapan.
    Kalo oke saya inap disitu saja.
    Trus itu saya juga baca yg di HCMC yg org hostelnya minta paspor. Dikasih gak?
    Bagi infonya ya… Thanks 😊

    Like

    Reply
    1. otidh Post author

      Hi bro Ardi. Recommended banget bro penginapannya! Bersih, wifi kenceng, dan terhitung murah pula. Kami memang cari penginapan yg tipe dormitory sih. Kalo yg butuh privasi mungkin agak kurang cocok.

      Iya, paspornya kami kasihkan jg akhirnya. Kata pegawainya justru lebih aman dititipkan di hostelnya. Alhamdulillah sih ga terjadi apa2 sama paspornya.

      Like

      Reply
      1. ardi

        Oh iya paspornya dibalikin ya.
        sorry gak baca sampe habis…
        itu di dapur penginapannya ada disediain microwave gak?
        rencana nanti bawa rendang nih, kan enak bisa makan pake nasi panas2 kalo kangen masakan Indo.
        btw itu dapat rombangan sebanyak itu dari mana? BPI kah?

        thanks

        Like

        Reply
        1. otidh Post author

          Wah, kurang tahu tuh soal dapur. Saya nggak sempet nengok dapurnya hehe. Iya, kalo perjalanan lama memang enak bawa makanan sendiri jg.

          Awalnya cuma mau berangkat berenam sama temen-temen kuliah aja bro. Sekalian reunian lah. Tapi ujung-ujungnya, ternyata temen-temen kantornya juga pada pingin ikutan. Jadi rame deh. Haha.

          Like

          Reply

Leave a comment