Backpacking Hong Kong-Shenzhen-Makau (Bag. 5): Hari ke-4, The Macau Part

Karena ceritanya cukup panjang, akhirnya khusus cerita hari ke-4 ini saya bagi ke dalam dua artikel. Artikel pertama menceritakan pengalaman di Makau, dan artikel dua menceritakan pengalaman di Hong Kong, termasuk menjelang kepulangan ke Indonesia. Yang sedang Anda baca ini adalah artikel pertama yang bercerita tentang kegiatan saya di Makau pada hari ke-4.

Selasa, 14 Januari 2014

Waktu subuh di Makau hari itu adalah pukul 6.30. Aku bangun tidur sekitar pukul 6 lewat beberapa menit. Karena masih belum masuk Subuh, aku akhirnya memutuskan untuk mandi pagi sekalian. Dinginnya pagi itu tak menjadi masalah karena SanVa hotel ini memiliki shared bathroom dengan shower air panas.

Setelah mandi, aku melaksanakan sholat shubuh di kamar. Seusai sholat, aku membuka tourist map Makau yang kudapatkan kemarin di pelabuhan ferry. Aku mencoba menyusun agendaku hari itu, menentukan tempat-tempat mana yang akan kudatangi hari itu. Tidak seperti 3 hari sebelumnya, hari ini aku jalan sendirian karena dua orang temanku sudah kembali duluan ke Jakarta. Ada hikmahnya juga jalan sendirian, walaupun agak kesepian, tapi aku bisa lebih bebas menentukan agendaku sendiri.

Pagi hari aku berencana untuk pergi ke objek yang dekat-dekat terlebih dahulu, yang bisa dijangkau hanya dengan jalan kaki. Baru setelah itu aku berencana untuk pergi ke tempat yang jauh. Sebenarnya aku tertarik untuk berkunjung ke Macau Giant Panda Pavillion. Seumur-umur aku rasanya belum pernah melihat panda secara langsung (eh, atau sudah pernah ya di kebun binatang Surabaya waktu kecil dulu, memang ada gitu?). Sayangnya karena jaraknya jauh, yakni berada di Coloane, sisi selatan Taipa, aku mengurungkan niat ke sana karena menginginkan efektifitas waktu. Aku perkirakan kalau lihat jaraknya di peta, perjalanan ke sana bakal memerlukan waktu setidaknya 1 jam, itupun jika aku bisa langsung dapat bus saat tiba di halte. Belum lagi aku nggak memiliki uang receh tersisa untuk naik bus, hihi. Rugi kalau harus mengeluarkan pecahan uang kertas HKD 10 yang kupunyai (haha, dasar traveler kere!)

Akhirnya, aku meniatkan diri untuk mengalir saja. Nggak ada target ke mana-mana. Yang jelas pagi itu aku berencana untuk sightseeing objek-objek di dekat hotel saja terlebih dahulu. Baru setelah itu menentukan agenda berikutnya.

Jalan-jalan pagi ke Large De Senado, Fortaleza do Monte, dan Ruinas de S. Paulo

Berbekal tourist map yang kupunya, aku memulai perjalanan ini dengan menuju ke Large de Senado. Oh ya, jangan bingung ya dengan nama-nama ke-Portugis-an yang kutulis di atas. Maklum, Makau ini dahulu adalah jajahan Portugis. Dan mereka masih melestarikan identitas mereka sebagai bekas jajahan Portugis itu dengan selalu mencantumkan nama-nama tempat di kawasan mereka dalam bahasa Portugis selain tentunya bahasa Cantonese (eh, atau Chinese ya) sebagai bahasa sehari-hari dan bahasa Inggris sebaga bahasa Internasional.

Jarak dari penginapan ke Largo de Senado a.k.a. Senado Square ini kurang lebih sekitar 200 meteran saja. Largo de Senado ini adalah kawasan alun-alunnya Makau. Paving stone-nya memiliki kekhasan tersendiri, yakni memiliki pola warna hitam seperti ombak.

Largo de Senado ini merupakan objek yang termasuk dalam world heritage. Di seberangnya terdapat gedung Leal Senado yang juga termasuk dalam world heritage. Leal Senado ini adalah gedung dewan pemerintahan di Makau.

Tampaknya malam sebelumnya di Largo de Senado ini sedang ada suatu event. Sepertinya event rakyat dalam rangka perayaan menyambut Tahun Baru China yang memasuki tahun kuda. Ada replika kuda soalnya di situ.

Yang aku suka di Makau ini, mereka menyediakan peta dan petunjuk jalan ke tempat-tempat heritage-nya. Di Large de Senado ini terdapat papan informasi berbentuk kotak yang berisi gambar peta lokasi dan daftar objek-objek heritage di sekitar situ.

Aku pun jalan kaki menuju Fortaleza do Monte dengan bantuan peta itu dan papan-papan petunjuk arah di beberapa sudut jalan. Jalan yang kulalui ternyata melewati sekolah dan pemukiman penduduk di sana. Aku sempat melihat aktivitas penduduk sekitar. Ada yang berangkat kerja, ada beberapa orang tua yang mengantarkan anak-anaknya ke sekolah, ada yang dagang sayuran, dll.

Fortaleza Do Monte a.k.a. Mount Fortress ini adalah sebuah benteng yang berada di atas sebuah bukit. Benteng ini tentu saat ini sudah tak berfungsi kembali. Namun beberapa meriam bekas masih terpasang dengan baik di dinding-dinding benteng ini. Di dalam benteng ini terdapat Museu De Macau alias Macau Museum. Tentu saja museum ini adalah bangunan baru, bukan bagian dari sejarah benteng ini. Sayang museum itu baru buka pukul 10 pagi atau masih dua jam lagi dari waktu ku berkunjung ke sana.

Pagi itu di pelataran benteng ini tengah diadakan senam pagi. Lebih tepatnya senam tai chi sih. Kebanyakan pesertanya adalah ibu-ibu separuh baya. Mereka melakukan senam tai chi sambil diiringi musik khas mereka.

Ah… suasana pagi itu memang sangat menyenangkan. Selain ibu-ibu yang senam tai chi ini, juga banyak warga lokal yang berolahraga pagi di pelataran dan area di sekitar benteng ini. Ada yang berlatih kung fu sendiri, tapi umumnya melakukan jogging di sekitaran benteng ini. Udara yang dingin ternyata tak menghalangi warga untuk beraktivitas, khususnya berolahraga. Aplikasi smartphone-ku mencatat suhu saat itu sempat mencapai 11-12 derajat celcius.

Oh ya, dari atas benteng ini ternyata kita bisa melihat dengan jelas pemandangan sekitar Makau Peninsula ini. Macau Tower dan Hotel Grand Lisboa juga terlihat dari sini, walaupun hanya kelihatan ujung menaranya saja hehe.

Tak jauh dari Fortaleza Do Monte terhadap situs heritage lainnya, yakni Ruinas De S. Paulo a.k.a. Ruins of St. Paul’s. Situs ini merupakan salah satu situs ikonik di Makau. Ruins of St. Paul’s ini adalah dulunya gereja yang berdiri di tahun 1600-an dan kemudian hancur karena kebakaran pada tahun 1835. Nah, tinggal bangunan bagian depannya saja yang tersisa. Untuk dapat berdiri kokoh, gereja ini ditopang beberapa rangka baja di belakangnya.

Pagi itu suasana Ruins of St. Paul’s cukup ramai oleh turis. Sepertinya ada rombongan turis dari Jepang pagi itu. Aku sempat bertemu rombongan backpacker Indonesia yang kebetulan juga menginap di hotel yang sama denganku. Mereka dengan baik hati menawarkan diri untuk memotretku. Hehehe, terima kasih.

Ke Templo de A-Ma

Dari Ruins of St. Paul’s aku berjalan menuju Senado Square. Bedanya, kali ini aku tidak perlu melalui jalan yang sama dengan ke Fortaleza Do Monte tadi. Nah, setelah itu aku bingung mau ke mana lagi. Masih ada sekitar 3 jam sampai batas waktu check-out. Jalan-jalan ke mana lagi ya yang bisa ditempuh dalam waktu kurang dari 3 jam.

Baca-baca di internet sebelumnya, banyak yang merekomendasikan Templo de A-Ma a.k.a. A-Ma Temple. Aku pun pergi ke sana dengan menaiki bus no. 5 dari halte Avenida de Almeida Ribeiro. Perjalanan cuma memakan waktu sekitar 15 menit saja.

Sampai di sana aku jadi bingung. Sebenarnya apa sih yang bisa aku lihat di sini mengingat ini adalah sebuah kuil. Kalau aku lihat foto di brosur sih, di pelataran depan kuil ini ada sekelompok orang berpakaian ala Latin-latin gitu terus menari bersama-sama. Aku pikir di situ bakal ada pertunjukan atau gimana. Apa mungkin aku kepagian ya, haha. Akhirnya aku pun duduk-duduk saja di taman depan situ. Mau masuk kuil juga ngapain pikirku.

Sarapan di restoran China Muslim

Di A-Ma Temple aku cuma sebentar saja. Nah, sampai di sini aku bingung mau pulang naik apa. Duit receh sudah nggak ada lagi. Kalau mau naik bus, kita harus menyiapkan uang pas karena mereka nggak menyediakan kembalian. Mau bayar pakai uang HKD 10, kayaknya kok kebanyakan. Akhirnya aku memutuskan untuk jalan kaki saja.

Tanpa bantuan Google Maps aku pun mencoba menyusuri trotoar sepanjang jalan raya yang dilalui bus kota yang kunaiki ke A-Ma Temple tadi. Yah, agak ingat-ingat lupa gitu sih. Terus tiba-tiba kepikiran untuk memotong jalan melalui gang-gang sempit yang ada di sekitar situ. Walaupun aku menyebut “gang sempit” jangan dibayangkan seperti gang-gang di Bandung ini yang hanya muat 1-2 motor saja jalannya. Gang ini berada di kawasan pemukiman padat penduduk, namun masih muat 1 mobil dan 2 motor lah.

Saat melalui gang-gang itu, aku merasakan denyut kehidupan penduduk Makau ini. Percakapan bahasa Canton terdengar di sepanjang jalan. Beberapa pasar kulalui. Bentuknya bukan seperti pasar tradisional yang biasa kita temui di Indonesia. Ada kawasan ruko yang menjual kebutuhan sembako sehari-hari, mulai dari sayur-mayur, daging, dll.

Nah, di tengah perjalanan kaki itu tanpa sengaja dari kejauhan aku melihat papan nama restoran dengan motif seperti kubah masjid. Berjalan agak dekat, terlihat tulisan “Blablabla… Islamico”. Ada logo halal di dekatnya. Wah, alhamdulillah… senangnya bisa melihat restoran muslim.

Aku sempat ragu-ragu masuk ke dalam restoran ini. Berapa ya harga rata-rata makanannya. Yang pasti mahal. Tapi seberapa mahal. Aku mulai mengecek dompet. Masih cukuplah ini kalau harganya sampai HKD 100. Tapi jangan sampai HKD 100 juga dong, harapku dalam hati.

Akhirnya, berbekal pembenaran “ah, ini kan ke sini juga kan (mungkin) cuma sekali setahun (atau bahkan seumur hidup)”, aku pun masuk ke dalam restoran ini. Aku disambut pelayan restorannya yang seorang pria muda kira-kira umur 20-an. Aku diberikan buku menu restoran ini. Oh, nama restorannya ternyata Lou Lang Islam Restaurant.

Benar ternyata dugaanku!! Harga makanan di restoran ini mahal-mahal. Yang nggak kusangka, range-nya ternyata rata-rata HKD/MOP 60-140. Ada juga lho yang sampai HKD 200-an. Ada sih yang harganya cuma sekitar HKD/MOP 25. Tapi itu hanya appetizer saja. Umumnya menu di restoran ini adalah masakan Uighur. Uighur adalah etnis minoritas di China yang beragama Islam. Ada juga sih masakan Chinese. Aku memesan menu daging sapi dingin (cold spiced beef) yang merupakan salah satu masakan khas Uighur seharga HKD 80.

Check-out penginapan

Setelah selesai sarapan, aku pun balik ke penginapan. Aku berjalan menuju jalan besar yang berada sekitar 10 meter dari restoran. Baru sadar ternyata aku sudah sampai di ruas jalan Avenida de Almeida Ribeiro. Aku pun tinggal berjalan kaki menyusuri trotoar saja menuju arah penginapan.

Ada kejadian cukup menegangkan ketika aku tengah berjalan kaki. Ada dua polisi yang tengah berdiri stand by di salah satu sudut jalan. Tiba-tiba mereka menghentikanku. Mereka memintaku untuk menunjukkan paspor. Aku sempat khawatir jangan-jangan ini adalah scam. Setelah menerima paspor, mereka menuliskan sesuatu di selembar kertas yang sepertinya semacam form pelaporan hasil razia mereka terhadap turis. Sepertinya mereka mencatat namaku di kertas tersebut. Setelah itu mereka mengembalikan pasporku dan aku dipersilahkan untuk melanjutkan perjalanan kembali. Fiuhh… alhamdulillah, untunglah aku membawa paspor ke mana-mana. Kalau tidak, mungkin aku bakal kena pasal di sana.

Sesampainya di penginapan, aku langsung beberes barang-barangku. Tanpa banyak membuang waktu aku pun langsung check-out dari penginapan. Waktu masih menunjukkan pukul jam 11 kurang saat itu.

Ke Masjid Makau

Tujuan berikutku setelah check-out dari penginapan ini sebenarnya adalah ke Macau Fisherman’s Wharf. Namun semua berubah ketika negara api menyerang aku bertemu kembali dengan rombongan backpacker Indonesia yang kutemui di Ruins of St. Paul’s pagi itu. Kami bertegur sapa dan saling bertukar cerita mengenai tujuan kami berikutnya. Ternyata mereka hendak berkunjung ke satu-satunya masjid di Makau ini. Mereka menawari aku untuk bergabung. Tentu saja aku menyambut baik tawaran itu. Aku penasaran seperti apa masjid di Makau ini.

Kalau membaca keterangan di tourist map, dari Almeida Ribeiro ini kami bisa naik bus no. 3A ke Masjid Makau ini. Tapi ternyata nggak bisa langsung. Kami harus naik terlebih dahulu hingga terminal Portas do Cerco. Baru dari sini kami ganti bus lagi, masih no. 3A tapi balik arah. Kemudian kami turun di halte Rua Dos Pescadores.

Di tempat kami turun tersebut kami disuguhi pemandangan Macau Reservoir (Reservatorio) yang sangat luas. Di sekelilingnya terdapat taman dan fasilitas olahraga secara gratis. Walaupun saat itu jam menunjukkan pukul 12 siang, beberapa orang masih terlihat berolahraga di area tersebut. Ada yang jogging, ada yang pull-up, dll. Maklum, waktu itu sedang musim dingin. Walaupun sudah tengah hari, suhu masih berkisar 15 derajat Celcius.

Kami berjalan menyusuri taman hingga sudut taman yang berada di tepi jalan Estrada do Reservatorio. Syukurlah di taman itu tersedia wifi gratis. Kami pun bisa memastikan lokasi Masjid Makau ini melalui aplikasi Google Maps di smartphone kami.

Gerbang Masjid Makau

Gerbang Masjid Makau

Penampakan Masjid Makau ini sungguh sederhana. Di gerbangnya tertulis “Macau Mosque and Cemetery”, baik dalam bahasa Inggris, Portugis, maupun Cantonese. Yup, di area Masjid Makau ini berada terdapat pula pemakaman untuk umat muslim. Suasana area Masjid Makau ini saat itu begitu sungguh sepi. Hanya ada satu orang bapak yang sudah sepuh yang baru saja keluar dari Masjid dan duduk-duduk menyendiri sambil memberikan makan ke kucing-kucingnya.

Kami sempat ngobrol-ngobrol sebentar dengan beliau. Beliau ternyata aslinya adalah Afghanistan. Beliau tinggal sendirian di situ. Dulunya beliau adalah seorang jurnalis. Kepada kami beliau bercerita tentang pandangannya terhadap kondisi Islam saat ini, terutama pasca peledakan WTC di Amerika Serikat tahun 2001. Standar ganda ditetapkan kepada umat muslim oleh negara-negara barat. Background beliau yang seorang mantan jurnalis benar-benar memberikan wawasan yang sangat luas pada pemikirannya. Kami menyimak dengan penuh perhatian kepada beliau. Ada suatu saat di mana beliau bercerita sambil berkaca-kaca ketika sedang menceritakan perlakuan sewenang-wenang yang dialami saudari seiman kita di negara barat tersebut.

Waktu sholat Dhuhur di Makau saat itu adalah pukul 13.15. Kami semua sholat berjamaah di sana. Sempat bertemu salah seorang TKW juga dan dua orang jamaah lainnya yang berpakaian rapi seperti orang kantoran. Dari wajahnya sepertinya dua orang jamaah tersebut memiliki memiliki darah Pakistan, Afghanistan, atau negara di sekitar kawasan tersebut.

Sebagai satu-satunya masjid di Makau ini ternyata nggak seperti bayanganku sebelumnya. Aku membayangkan Masjid Makau ini besar dan megah. Namun ternyata ukurannya “hanya” seukuran mushola atau langgar lah kalau di Indonesia, walaupun menempati area yang cukup luas. Oh ya beliau bercerita kalau waktunya Sholat Jumat, jamaahnya bisa mencapai 100-an. Maklum, di sinilah masjid satu-satunya di Makau.

Kembali ke Hong Kong

Setelah menunaikan Sholat Dhuhur berjamaah, kami berpisah dengan bapak penjaga masjid tadi. Beliau mengungkapkan bahwa beliau sangat senang bisa berjumpa dan mengobrol dengan kami tadi. Begitu keluar dari kompleks Masjid Makau ini, aku berpamitan kepada teman-teman backpacker baruku ini untuk kembali ke Hong Kong. Sementara mereka hendak menuju Macau Tower.

Dari Masjid Makau ini aku berjalan kaki menuju Outer Harbour Ferry Terminal yang berjarak sekitar 1,2 km. Jarak yang lumayan. Tapi udara yang cukup dingin membuatku tidak kepanasan dan cepat lelah walau berjalan sejauh itu di siang hari. Jalur yang kutempuh adalah trotoar besar yang berada di sisi barat Reservoir. Karena itu, tak mengherankan bila dari jarak 1,2 km itu sudah kelihatan bangunan pelabuhan itu.

Di sisi barat pelabuhan tampak ada wahana wisata Macau Fisherman’s Wharf. Namun, aku memutuskan untuk tak berkunjung ke sana. Padahal katanya tiket masuknya gratis.

Sementara itu, di sisi timur pelabuhan terdapat pit lane dan deretan bangunan yang ternyata diperuntukkan sebagai garasi untuk tim-tim Formula One (F1) yang berlaga. Btw, sepertinya sudah lama ya Makau menjadi tuan rumah F1. Aku kurang tahu pasti kapan terakhir kali Makau menjadi tuan rumah. Dari reservoir ke pelabuhan dihubungkan oleh sebuah jembatan penyeberangan yang juga melintasi bangunan-bangunan bekas garasi tim-tim F1 tersebut.

Makau sendiri membangun museum khusus sebagai tempat menyimpan memorabilia event Formula 1 tersebut. Museum tersebut diberi nama Grand Prix Museum. Tempatnya agak jauh dari situ. Sayangnya khusus hari Selasa, museum tersebut ditutup untuk umum. Wah, kurang beruntung aku saat itu.

Oh ya, aku baru tahu bahwa Outer Harbour Ferry Terminal Makau ini ternyata memiliki landasan helikopter di atasnya. Kabarnya sih helikopter itu melayani penerbangan Makau-Hong Kong. Nggak tahu deh berapa ongkosnya, hehe.

Setibanya aku tiba di pelabuhan aku langsung menuju konter penjualan tiket Turbo Jet yang hendak pergi ke Kowloon, Hong Kong. Beruntung sekali saat itu aku bisa langsung mendapatkan tiket yang berangkat pukul 14.30 atau kurang setengah jam lagi. Dengan begitu aku nggak perlu menunggu lama kapal berangkat. Begitu urusan imigrasi beres, galangan kapal sudah terbuka dan aku pun segera berbaris masuk naik ke dalam kapal.

Tiket kapal ferry Makau-Hong Kong ini lebih murah daripada tiket Hong Kong-Makau yang kubeli walaupun sama-sama Turbo Jet. Kali ini harganya “cuma” HKD 147, atau selisih 12 dolar lebih murah dari arah sebaliknya. Di kapal aku duduk bersebelahan dengan seorang ibu dan putrinya yang berasal dari Malaysia. Kami sempat berbincang-bincang sebentar. Aku disangkanya orang Thailand, haha. 😀 (bersambung)

8 thoughts on “Backpacking Hong Kong-Shenzhen-Makau (Bag. 5): Hari ke-4, The Macau Part

  1. rida helmi nasution

    Haloo mas, salam kenal. Wah beruntung nih bisa mampir, aku emang selalu pengen ngunjungi masjid di setiap negara yang aku kunjungi. kebetulan. in sha Allah aku ke Macau september ini. tanya dong. Yang naik bus nomor 3 A itu startnya dari mana ya? terus ongkosnya berapa mas? kalau turub di terminal Portas Do Carco buat ganti bus nomor 3 A apakah kudu bayar juga? Terus kemarin nginepnya dimana km mas? makasih yaa 😀

    Like

    Reply
    1. otidh Post author

      Salam kenal juga mas. 🙂

      Dari deket penginapan sih itu naiknya, di jalan Avenida de Almeida Ribeiro. Naik yg ke arah Largo de Senado. Jadi nyeberang dulu dari arah penginapan. Iya, bayar lagi seinget saya waktu ganti di terminal Portas Do Carco itu.

      Saya nginepnya di SanVa Hotel. Pesen via email. Review saya ttg penginapan ini bisa dilihat di https://muhdhito.me/2014/01/31/backpacking-hong-kong-shenzhen-makau-bag-1-tiket-pesawat-dan-penginapan/. 😀

      Like

      Reply
      1. rida nasution

        Dih atuhlah, aku cewe mas, haha.

        Baik deh, semoga bisa soalnya waktu explore macau aku cuma ada waktu 1 hari plus sore sampe malam di hari sebelumnya. sementra aku ngebet pengen liat Pandaaa :”))

        makasih yaa mas,

        Like

        Reply

Leave a comment