Open Trip ke Bromo

Menjelang pulang kampung Idul Adha minggu lalu, salah seorang kawan tiba-tiba mengajakku untuk ikut open trip (terjemahannya: perjalanan terbuka?) yang diadakan sebuah EO — kalau nggak salah namanya @trip_with_us. Objek wisata yang akan dikunjungi adalah Bromo. Sempat bimbang juga sih antara ikutan atau nggak. Sudah dua kali aku ke Bromo. Tapi pemandangan spektakuler di Bromo selalu menggoda untuk kembali ke sana. akhirnya, karena penasaran sama bagaimana rasanya ikut open trip dan mumpung ada teman juga, aku pun mengiyakan ajakan kawanku itu.

Jadwal pulang ke Malang pun tak berubah sesuai dengan tiket kereta api yang sudah jauh lebih dulu kupesan, yakni hari Jumat, 11 Oktober. Tiba di Malang pagi keesokan harinya. Sementara itu, kawanku ini sudah terlanjur membeli tiket kereta api ke Surabaya dengan jadwal yang sama.

Sabtu, 12 Oktober

Pihak EO sudah menyediakan 2 mobil yang akan menjemput peserta trip yang datang baik dari Malang maupun Surabaya. Jadi ceritanya ada 4 kelompok yang bergabung dalam open trip ini. Tiga kelompok — masing-masing terdiri atas 2 orang dari Tangerang dan 4 orang dari Jakarta serta aku sendiri — berangkat dari Malang. Sementara kelompok satunya terdiri atas 4 orang yang berangkat dari Surabaya. Kelompok terakhir yang dimaksud adalah kawanku yang pergi bersama 2 rekan kantor dan 1 orang teman SMA-nya.

Karena jadwal kedatangan kami berbeda-beda, kejadian saling menunggu tak terelakkan. Singkat cerita, siang menjelang sore kami baru bisa berkumpul di Bandara Abdul Rahman Malang, kemudian mobil bergerak ke Probolinggo. Di sana kami mampir makan siang di restoran Rawon Nguling. Pulang ke Jawa Timur memang kurang lengkap kalau nggak makan rawon:D. Kata sopirnya sih ini rawon yang populer di sana. Ketika sampai di sana, eh beneran lah, ada foto Pak SBY pas lagi di sana, haha. Fotonya gede, dipasang di dinding dalam restoran.

Perut pun sudah terisi. Perjalanan dilanjutkan kembali ke desa Sukapura, Probolinggo. Perjalanan menempuh waktu 1 jam lebih. Di sana kami sudah disediakan villa untuk menginap. Nggak ada acara khusus malamnya. Kebetulan lagi ada pertandingan kualifikasi Piala Asia U-19 Indonesia vs Korsel. Jadi kami isi malam itu dengan acara nontong bareng timnas.

Villa

Suasana di dalam Villa

Minggu, 12 Oktober

Pukul 2.15 dini hari kami sudah bangun dari tidur masing-masing. Kami bersiap-siap untuk berangkat ke Penanjakan I untuk menyaksikan sunrise. Perjalanan dengan jeep memakan waktu kurang lebih 1,5 jam. Sempat macet juga sih. Macet di antrian gerbang masuk Taman Nasional di Cemoro Lawang. Perjalanan dari Sukapura ini melalui rute Cemoro Lawang, kemudian turun ke lautan pasir dan mendaki lagi di bukit Penanjakan hingga puncaknya.

Sampai di Penanjakan jam 4 kurang sedikit. Beberapa saat kemudian sayup-sayup terdengar suara adzan Shubuh berkumandang. Aku menyempatkan sholat dulu di mushola yang tersedia di dekat gardu pandang tempat menyaksikan sunrise. Btw, air wudlu di sana bayar 2000. Tapi walaupun bayar, sebaiknya tetap dihemat airnya ketika berwudlu agar yang lain tetap kebagian. Maklum, di sana airnya sepertinya dibawa secara manual dari desa.

Suasana di Penanjakan I saat itu ramai sekali. Rata-rata pengunjungnya didominasi oleh rombongan muda-mudi yang touring sepeda motor dari kota-kota lain di Jawa Timur. Baru sebagian lainnya merupakan rombongan keluarga. Bule-bule pun juga ada, tapi jumlahnya tak terlalu banyak.

Oh ya, walaupun ini kali ketiga aku main ke Bromo, ini pertama kalinya aku melihat sunrise di Penanjakan I. Kunjungan pertama tanpa pakai acara lihat sunrise. Kunjungan kedua lihat sunrise dari Penanjakan II.

Beuhh… pemandangannya lebih mantap ternyata dari Penanjakan I ini. Kalau pernah lihat foto view sunrise Bromo yang populer di National Geographic, di sinilah tempatnya. Tapi ramainya sungguh terlalu ketika itu. Kurang enjoy jadinya. Terpaksa mencari tempat di pinggir-pinggir. Sempat nekat manjat pagar juga untuk turun ke tebing-tebing. Tapi tak lama kemudian aku balik lagi karena ditegur orang yang sepertinya salah satu petugas di sana.

View Bromo-Batok-Semeru

View Bromo-Batok-Semeru

Pukul 5.30 kami cabut dari gardu pandang. Turun mampir ke warung untuk sarapan (bakso). Kami juga nyobain sate kentang yang banyak dijajakan di jalan sepanjang pintu masuk gardu pandang. Konon kata temen kentang rebus di sana sangat enak. Setelah aku cobain, kok rasanya nggak se-wah yang diceritain temenku itu ya, haha. Tapi worth untuk dicoba. Oleh penjualnya dipatok harga 10 ribu tiga tusuk. Agak mahal sih, temen ada yang bisa nawar satu tusuknya 2 ribu.

Setelah perut terisi, kami kembali menuju mobil jeep. Agenda berikutnya adalah ke Gunung Bromo. Perjalanan dari puncak Penanjakan ke parkiran Gunung Bromo ini lumayan memakan waktu ternyata. 40 Menit kami habiskan di jalan. Sempat macet juga sih menjelang pertigaan Wonokitri.

Seperti halnya di gardu pandang Penanjakan, Gunung Bromo ketika itu juga sungguh, sungguh, sungguh ramai dengan pengunjung. Baru kali ini aku mengalami mau naik tangga ke puncak Gunung Bromo saja harus antri setidaknya ada 20 menit. Ckckck. Dua kunjungan sebelumnya, tangga Bromo ini selalu lengang. Mungkin karena faktor sore hari juga sih dua kunjunganku sebelumnya. Pagi hari, orang-orang umumnya habis menonton sunrise langsung menuju Gunung Bromo. Saking ramainya, bahkan cukup banyak pula orang-orang yang memilih mendaki dinding Gunung Bromo yang berpasir itu ketimbang harus mengantri melalui tangga.

Dari Bromo kamo melanjutkan off road lagi ke Bukit Teletubbies, salah satu place of interest yang terkenal di objek wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini. Tiga kali aku berkunjung ke sini, tapi sayangnya belum pernah sampai mendaki bukit itu. Paling banter cuma mencapai kaki bukitnya saja. Mau gimana lagi, waktu juga terbatas.

Dari tempatku foto di bawah ini kupikir jarak ke Bukit Teletubbies ini dekat sekali. Ternyata aku salah. Kontur tanah menuju kaki bukitnya saja naik turun. Apalagi naik sampai ke bukitnya. Bakal butuh waktu yang lama untuk sampai ke sana. Jelas nggak mungkinlah karena waktu kami cuma terbatas. Sayang sekali, padahal aku ingin nyobain tiduran di rumput-rumputannya yang hijau, hehe.

Bukit Teletubbies

Bukit Teletubbies

Place of interest berikutnya yang kami kunjungi adalah Pasir Berbisik. Dinamakan demikian karena tempat tersebut memang pernah digunakan tempat syuting film dengan judul identik, dibintangi oleh Christine Hakim. Namanya juga diambil dari judul film, jangan berharap Anda akan mendengar pasir yang berbisik di situ, hehe.

Di Pasir Berbisik

Di Pasir Berbisik

Pasir Berbisik ini mengakhiri petualangan kami di wisata Gunung Bromo dan sekitarnya. Waktunya kami kembali ke villa. Di tengah perjalanan menuju villa, kami mampir makan siang di salah satu warung di Cemoro Lawang. Pukul 11.30 kami tiba di villa.

Btw, walaupun sebenernya kami total bersebelas, dan dibagi ke dalam 2 jeep, mulai dari menyaksikan sunrise sampai mengunjungi Pasir Berbisik itu kami bener-bener tak pernah bertemu. Jadi walaupun tajuknya open trip, tapi acaranya memang masing-masing kelompok sih. Mungkin karena memang tak ada sosok guide atau sejenisnya selama kami di sana.

Pukul 1 siang, kami semua cabut meninggalkan villa. Rombongan dibagi dua, ada yang tujuan Malang, dan ada yang tujuan Surabaya.

2 thoughts on “Open Trip ke Bromo

  1. get smart

    Waktu yang tepat untuk berkunjung ke Gunung Bromo adalah saat musim kemarau yaitu antara bulan April dan November, terutama bulan Juli-Agustus. Pada musim hujan sering berawan sehingga mengganggu sunrise. Tetapi tempat ini ramai dikunjungi pengunjung setidaknya tiga kali dalam setahun yaitu pada bulan Februari saat upacara Kasada, saat liburan hari raya Natal dan tahun baru, dan antara bulan Juli dan Agustus saat liburan sekolah. Pada hari libur pengunjung ramai sehingga harga penginapan naik. Banyak paket wisata yang bisa dipilih serta fasilitas penginapan di sekitar Gunung Bromo.

    Like

    Reply
  2. SupermenCrb

    Diajak ke Bromo ama temen dari karawang akhirnya kepikiran bisnis aia hehe ….

    ..Yang dari Jabar mau ke Bromo pake mobil cukup perorang 400 rb aja. Untuk 10 orang. mau 3 hari mau 4 hari bias diatur 081224144439/Nay petualang. Cirebon.
    Kalo pake kereta ekomomi memang lebih murah, tapi memangnya mau cuma sampe statsiun. Dari stasiun ke brmonya yang budgetnya lumayan. Mending 400 rb bolak balik alias PP .. Bisa nego tuh harganya, misal mau patungan bensin dijlannya bias lebih murah rame2, cuma bayar karena punya bos mobilnya dan ongkos saya nyetir aja hehehe khan cape 1 hari 1 malam..

    Like

    Reply

Leave a comment