Hari Keempat di KL: Jalan-Jalan Keliling KL

Mungkin agak heran kenapa langsung aku skip ke hari keempat. Tak banyak yang diceritakan tentang kegiatanku di hari ketiga karena hari itu seharian adalah untuk urusan “kerjaan”. Jalan-jalan sih iya, tapi untuk urusan “kerjaan”. Oh ya, di hari ketiga ini aku sempat mampir juga ke kota Dasanrama (bener begitu kan tulisannya?). Tentu saja masih  dalam rangka urusan “kerjaan”. 😛

Nah, di hari Sabtu ini, atau hari keempatku berada di Malaysia, aku dan Jiwo memutuskan untuk memanfaatkan waktu kami untuk jalan-jalan keliling Kuala Lumpur. Tujuan pertama kami adalah Muzium Negara alias National Museum. Dari Taman Jaya — stasiun terdekat kawasan tempat kami menginap — kami menumpang kereta LRT menuju KL Sentral.

Dari KL Sentral sempat bingung juga mau ke arah mana untuk menuju ke Muzium Negara.  Kami benar-benar buta arah. Untung ada GPS. Buka aplikasi Google Maps, dan rute jalan kaki menuju Muzium Negara pun digenerasi oleh aplikasi. Kami mengikuti rute yang telah ditunjukkan. Sebenarnya jarak point to point-nya nggak jauh. Tapi karena akses jalan yang tersedia memaksa kita harus memutar, jadi jarak tempuhnya pun menjadi lebih jauh. Walaupun lumayan juga jalan kaki lebih dari sekilo, nggak apa-apalah, yang penting nggak nyasar, hehehe. 😀

Gerbang Muzium Negara

Gerbang Muzium Negara

Biaya masuk ke dalam museum ini adalah RM 5 atau hampir Rp 15.000 per orang untuk turis asing. Cukup mahal memang. Harga tiket untuk turis lokal dan turis asing memang dibedakan. Kami yang WNI pun tentu saja masuk kategori turis asing.

Ruang D Muzium Negara

Ruang D Muzium Negara

Secara umum, ruangan museum ini dibagi menjadi 4 berdasarkan perjalanan waktu sejarah yang dialami Malaysia. Ruang A untuk zaman prasejarah. Ruang B untuk zaman kesultanan atau saat masuknya Islam ke tanah melayu. Ruang C untuk zaman penjajahan dan Ruang D untuk masa modern.

Dari cara penyajian menurutku kemasannya tidak monoton alias objeknya cukup variatif. Tidak hanya menampilkan miniatur-miniatur orang-orangan yang rasanya sudah umum selalu ada di tiap museum sejarah. Di muzium negara ini ada replika kapal perang, tahta kesultanan, sel tahanan, dll. Selain itu dari segi desain interiornya juga cukup menarik alias tidak monoton.

Dari berbagai objek yang ada di museum mungkin yang paling menarik buatku adalah yang terdapat pada ruang modern, khususnya memorabilia video perjuangan tim bulutangkis Malaysia kala menjuarai Piala Thomas tahun 1992. Mungkin karena aku suka bulutangkis kali ya.

Tapi ngomong-ngomong, ada nggak sih museum yang menampilkan sejarah Indonesia di era modern ini? Khususnya yang menampilkan prestasi-prestasi yang sudah diraih negara kita di kancah internasional di era modern ini. Tak hanya sejarah perpolitikan saja.

Oh iya, dari sisi konten yang ditampilkan, menurutku masih lebih kaya museum di Indonesia, khususnya museum Benteng Vredeburg yang ada di Yogyakarta. Di sana benar-benar komplet menyajikan kronologis sejarah Yogyakarta dari masa prasejarah hingga masa penjajahan.

Pasar Seni

Pasar Seni

Oke, cukup dengan jalan-jalan ke museumnya. Kami pun langsung menuju ke Pasar Seni alias Central Market. Kita hendak cari oleh-oleh di sini. Dari Muzeum Negara kami berjalan kaki. Lumayan capai juga sih, jaraknya ada lah sekitar 1 km lebih. Kami juga sempat menyeberangi stasiun Kuala Lumpur yang rancang bangunannya khas masa kolonial.

Kalau mau mencari oleh-oleh “berbau” Malaysia yang murah, di Pasar Seni lah tempatnya.   Di sana banyak kios-kios yang menjual beraneka ragam souvenir Malaysia seperti gantungan kunci, miniatur Petronas, hiasan kulkas, kaos, dan kerajinan tangan lainnya.

Suasana di dalam Pasar Seni

Suasana di dalam Pasar Seni

Namanya juga pasar, kita bisa melakukan tawar-menawar di sana. Tapi, walaupun namanya pasar, kesan bersih tetap terjaga di lingkungan dalam Pasar Seni ini. Satu nilai positif untuk kita contoh.

Ada kejadian menarik waktu aku hendak membeli souvenir di salah satu toko di sana. Aku mencoba menawar dengan sok-sokan pakai aksen Melayu. Setelah beberapa percakapan, tiba-tiba mbak-mbak yang melayaniku yang awalnya berbicara menggunakan bahasa Melayu berganti menggunakan bahasa Sunda! Loh, eh?? Sepertinya mbaknya tahu aku dari Bandung dari kaos yang kukenakan (ada tulisan Institut Teknologi Bandung). Hehe, langsung saja tiba-tiba topik percakapan berubah menjadi pertanyaan dari manakah asal daerah kami masing-masing. Ternyata eh ternyata, mbaknya berasal dari Sukabumi. Aku pun cerita ke mbaknya kalau aku sebenarnya bukan orang Sunda, melainkan orang Jawa Timur yang kebetulan kuliah di Bandung. Tak tahunya, mbaknya ternyata bisa bahasa Jawa juga. Singkat cerita, gara-gara perkenalan itu aku bisa mendapatkan harga souvenir di sana yang lumayan murah. 🙂

Es Teler 77 di Pasar Seni

Es Teler 77 di Pasar Seni

Kurang puas di Pasar Seni? Di samping pasar seni ini ada toko-toko Pecinan, barangkali Anda tertarik juga dengan barang-barang di sana. Oh ya, ada yang lucu (bukan lucu juga sih) dan mungkin juga agak sedikit bangga kali ya. Di samping Pasar Seni ini ada kios Es Teler 77 juga ternyata, hehehe. Yang kehausan, kehausan, kehausan … ingin yang segar-segar ala minuman Indonesia, di Malaysia juga ada … 😀

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 13.00 waktu KL. Setengah jam lagi akanmasuk waktu Dhuhur. Kami pun pergi menuju Masjid Nasional yang  lokasinya tak jauh dari Pasar Seni ini. Kembali lagi menyeberangi Stasiun KL dan lokasi Masjid Nasional persis ada di sebelah gedung kantor KTM yang ada di depan stasiun KL.

Masjid Nasional ini terlihat begitu cantik dengan kolam air mancur berada di depannya. Mungkin kalau malam bakal lebih cantik lagi ya dengan instalasi lampunya. Warna atapnya yang biru kehijau-hijauan mengingatkanku pada Masjid Al-Akbar di Surabaya.

Kolam Masjid Nasional

Kolam Masjid Nasional

Di depan Masjid Nasional

Di depan Masjid Nasional

Selesai menunaikan Sholat Dhuhur, kami beranjak menuju Stasiun KL. Akhirnya … setelah 2 kali cuma menyeberang stasiun KL, kami masuk ke dalam juga :D. Stasiun KL ini mempunyai arsitektur yang cantik juga khas bangunan-bangunan pada masa kolonial. Warna cat bangunannya putih bersih, tak tampak seperti bangunan tua pada umumnya.

stasiun KL

stasiun KL

Tujuan kami berikutnya adalah Batu Caves.Untuk mencapai tempat tersebut, kami menumpang KTM (Keretaapi Tanah Melayu) dari Stasiun Kuala Lumpur. Ongkosnya murah, cuma RM 1.00. Jarak tempuh Kuala Lumpur – Batu Caves kurang lebih 20-30 menit. Terus terang aku salut dengan penataan sistem perlintasan perkeretaapian di Malaysia ini. Tak ada satupun persilangan antara rel kereta api dengan jalan raya ataupun jalan lintas pejalan kaki. Hal tersebut memungkinkan kereta api untuk melaju dengan kecepatan tinggi sepanjang perjalanan.

Tangga menuju Batu Caves

Tangga menuju Batu Caves

Dari Stasiun Batu Caves, kami cukup berjalan kaki sekitar 150 meter untuk mencapai “Goa Batu”. Goa Batu yang dimaksud ternyata bukan sekedar goa. Goa ini selain jadi tempat objek wisata juga merupakan kuil tempat agama Hindu. Maka jangan heran apabila menemui banyak orang India ‘berkeliaran’ di sekitar goa ini. Bahkan, ketika masuk goa pun kami ‘disambut’ dengan lantunan musik-musik India. 😀

Lumayan curam dan panjang juga tangga untuk mencapai mulut goa di atas bukit ini. Butuh olah nafas yang teratur agar tak capek saat mendaki tangga. Dari mulut goa itu kita bisa melihat dari kejauhan kota Kuala Lumpur yang tampak dengan menara kembar Petronas-nya dan menara KL.

Pemandangan Kota KL dari Batu Caves

Pemandangan Kota KL dari Batu Caves

Batu Caves

Batu Caves

Oh ya, di Batu Caves ini sebenarnya terdapat ada dua goa (setidaknya itu yang kutemui). Goa pertama yang kubilang pertama tadi yang dijadikan sebagai kuil. Sedangkan goa yang lainnya disebut dengan Dark Cave. Mungkin karena di dalamnya gelap banget kali ya, sehingga dinamai seperti itu. Sayangnya, untuk bisa masuk ke dalam kita harus membayar RM 35.00 (untuk foreigner) atau sekitar Rp 100.000. Mahal banget kan? Akhirnya terpaksa aku dan Jiwo cuma berfoto-foto di depan Dark Cave saja, hehehe.

Di depan Dark Cave

Di depan Dark Cave

Puas melihat-lihat pemandangan di Batu Caves. Kami kembali lagi ke stasiun Batu Caves untuk naik KTM lagi. Kali ini tujuan kami adalah Mid Valley Mega Mall. Di sana kami hendak membeli beberapa oleh-oleh cokelat Almond untuk kawan-kawan di Bandung. Untuk mencapai Stasiun Mid Valley dari Batu Caves kami harus berganti KTM sekali.

Ya, mirip busway gitulah. Kita bisa berganti-ganti kereta sesuka hati selama belum keluar dari stasiun. Bedanya dengan busway di Jakarta, kita hanya bisa keluar di stasiun tujuan yang sudah kita tetapkan di awal. Kalau menurut Jiwo sih, kita bisa keluar di stasiun lain pula asalkan ongkos tiketnya kurang dari sama dengan ongkos ke stasiun tujuan semula.

Setelah beli oleh-oleh di Mid Valley Mega Mall, kami pun beranjak pulang kembali ke hotel. Sebelumnya kami sempat mampir makan ‘siang’ di food court KL Sentral. By the way, sepertinya di food court – food court semacam itulah kita bisa mendapatkan menu makanan dengan harga “murah” di Kuala Lumpur ini. Kisarannya sekitar RM 4-7.

8 thoughts on “Hari Keempat di KL: Jalan-Jalan Keliling KL

    1. otidh Post author

      Sebenarnya di dalam Mid Valley Mega Mall itu kami beli coklatnya di Jusco, salah satu supermarket di sana. Jadi nggak harus di Mid Valley Mega Mall, di cabang Jusco lainnya kemungkinan juga ada cokelat itu.

      Kenapa Jusco? Karena sama kenalan saya di KL direkomendasiin cokelat di sana, dan memang enak (dan ada sertifikat halalnya juga).

      Like

      Reply

Leave a comment