Bermalam di Stasiun Kereta

Pengalaman ini terjadi pada tanggal 26 September 2008 yang lalu. Hari itu merupakan hari terakhir kuliah sebelum libur lebaran. Aku udah berencana pulang kampung ke Malang malam itu juga bersama Aden (anak IF alumni SMA 1 Malang) dan Irul (anak Banyuwangi yg juga mau ikut ke Malang) naik KA ekonomi Kahuripan jurusan Bandung-Kediri. Alasan kenapa aku memilih naik KA ekonomi sih simpel aja, pingin naik yang murah. Cukup dengan Rp 38 ribu bisa nyampe Kediri plus Rp 14 ribu naik bis Kediri-Malang itu murah banget. Bandingin dengan kereta bisnis Bandung-Surabaya yang harga tiketnya Rp 210 ribu, belum tiket buat ke Malangnya!!

Jam 7 malam kami bertiga berangkat dari kampung Cisitu menuju Stasiun Kiaracondong. Nyampai di sana kami sholat Isya’ dulu di masjid permukiman deket situ. Setelah sholat, kami beli makan di warung deket stasiun. Selesai makan kami langsung ke stasiun. Waktu telah menunjukkan sekitar pukul 20.00 atau kurang 25 menit-an lagi kereta datang. Kami menunggu di deket jalur 6 karena keretanya biasa berhenti di situ. Kami juga udah menanyakannya ke seorang petugas.

“Ting..tung…teng..tong..kereta ekspres malam kahuripan akan segera masuk jalur 3. Para penumpang harap menyiapkan diri.” kata petugas stasiun melalui pengeras suara. Dierr!! Jalur 3? wah berarti harus nyebrang rel dong…! Akhirnya kami bertiga dan tentu saja penumpang yang lainnya berlarian pindah ke tepi jalur 3. Rangkaian kereta di jalur 5 yang menghalangi jalan kami pun gak kami hiraukan. Kami terpaksa mbrowot (baca: menerobos lewat bawah) bawah kereta tersebut untuk mencapai jalur 6. Tau ndiri kan gimana kotor dan baunya rel kereta api…

Akhirnya KA Kahuripan datang juga… Tetapi perasaan mulai gak enak. Kereta udah penuh sesak penumpang. Sementara yang mau naik ada ratusan orang lagi. Wah, jangan2 aku gak bisa keangkut nih… Ternyata benar! Kereta udah gak bisa dimasukkin lagi. Pintu-pintu udah ditutup. Lokomotif jg penuh dengan orang-orang yang bergelantungan. “Nyerah aja deh…” kataku dalam hati. Apalagi petugas stasiun juga bilang, “Penumpang yang tidak dapat memasuki kereta jangan memaksa. Anda kami persilahkan naik kereta berikutnya KA Pasundan jam 6 pagi atau yang jam 9 pagi besoknya. Tiket tidak perlu beli lagi.”

Singkat cerita, aku, aden, dan irul pun akhirnya menunggu kedatangan KA Pasundan yang keberangkatannya jam 6 pagi. Kami mengisi waktu sambil tiduran di lantai stasiun. Wuihh,,, dingin sekali malem itu. Tapi si aden bisa tidur nyenyak. Aku sendiri nggak bisa tidur pulas karena harus tetep waspada njaga barang2.

Kereta yang dinanti pun telah tiba di stasiun kiaracondong tepat jam 2 pagi. Tidak hanya kami rupanya. Ternyata udah ratusan orang yang menunggunya. Padahal keberangkatan masih 4 jam lagi. Kira-kira pukul 3 pagi kereta udah benar-benar tidak menyisakan tempat duduk kosong lagi mungkin. Kami pun gak beranjak dari kursi karena takut direbut orang. Kami pun sahur dan sholat shubuh di kereta.

Tepat pukul 6.15 kereta berangkat dari stasiun kiaracondong. Keadaan kereta udah bener-bener penuh sesak. Susah sekali untuk berjalan di dalam kereta. Aku membayangkan bakal kayak gimana perjalanan sampe ke surabaya kalau keadaannya kayak gitu terus. Udah penuh sesak, panas, puasa-puasa lagi. Belum selama perjalanan nambah penumpang terus. Makanya untuk menghilangkan bayangan tersebut, aku tidur aja. Biar gak kerasa perjalanannya. Selain itu juga untuk menghindari godaan orang-orang yang jualan makanan atau minuman. Tapi yang namanya tidur di perjalanan pasti ada keadaan di mana kita terjaga untuk beberapa saat kemudian tertidur lagi, begitu berulang-ulang.

Nggak terasa pukul 16.00 kereta udah berhenti di Jogja. Suasananya lebih longgar lah… Kami mulai bisa menikmati perjalanan. Sampai di Solo tepat adzan Maghrib. Kami pun buka di sana. Beli nasi gudheg yang lewat. Nggak taunya udah mau basi. Tapi apa daya, perut laper, nggak peduli ah…

Selepas dari Solo semakin longgar saja nih kereta. Kami bisa pindah-pindah tempat. Hari pun semakin gelap. Ternyata ada masalah sama lampu di gerbong kami. Sering nyala hidup sendiri. Ah, lebih baek tidur aja….

Pukul 12 malam akhirnya kereta merapat di stasiun Surabaya Gubeng. Akhirnya kami sampai juga… Kemudian kami langsung sholat maghrib & isya’ dijama’. Habis tu tidur di kursi stasiun nunggu jam 3 pagi. Jam 3 pagi kami keluar stasiun nyari makanan buat sahur. Akhirnya makan masakan Jawa Timuran lagi. Lidah ini dah kangen rasanya. Setelah sahur kami nunggu shubuh di masjid deket stasiun gubeng sama sekalian sholat.

Setelah sholat shubuh, kami langsung kembali ke stasiun lagi. Beli tiket KA penataran ke Malang yg pukul 4.45. Gilaaa,,, ternyata udah banyak orang yang mau naek… Untungnya kami pun bisa terangkut. Sempet terjadi perang mulut sih sama petugas stasiunnya yang maksa kami untuk terus masuk ke tengah gerbong. Tapi aku duah mentok sampai di kursi urutan ketiga dari pintu gerbong. Habis tu gak bisa maju lagi. Untungnya orangnya lama-lama juga paham. Kereta pun berangkat. Dalam perjalanan anggota badan ini udah nggak ada ruang gerak lagi. Akhirnya aku sampai di Stasiun Belimbing, Malang jam 8 pagi.

1 thought on “Bermalam di Stasiun Kereta

Leave a comment