Tag Archives: tanjakan cinta

Catatan Perjalanan ke Ranu Kumbolo (Bagian 3-Tamat): Menikmati Ranu Kumbolo

Minggu, 8 Mei 2016. Suhu Ranu Kumbolo subuh itu terasa cukup dingin. Namun kondisi itu tak menghalangi para pendaki yang berkemah di Ranu Kumbolo ini untuk bangun lebih awal demi menyaksikan matahari terbit pagi itu.

Berangsur-angsur ratusan pendaki memadati garis tepi Ranu Kumbolo. Mereka berdiri berjajar menantikan sunrise di Ranu Kumbolo ini. Beberapa orang tampak sibuk memasang tripod dan melakukan pengaturan terhadap kamera mereka.

Niat awal saya dan Listi yang ingin menyaksikan sunrise dari depan tenda — tenda kami hanya berjarak 5 meter saja dari tepi Ranu Kumbolo — pun urung terlaksana. Pemandangan kami terhalang oleh keramaian orang-orang itu.

Kami pun memutuskan pergi mencari tempat yang agak sepi. Setelah tenda kami kunci, kami pergi menjauhi kerumunan. Kami berjalan menuju ke tempat yang lebih tinggi.

Dari tempat tersebut saya bisa menyaksikan dengan leluasa ke arah bukit di ujung Ranu Kumbolo yang menjadi tempat munculnya matahari dari Continue reading

Sunrise di Mahameru

Pendakian Mahameru (Day 2): Mendung di Mahameru

Pukul 11 malam, masih di hari Sabtu, 29 November 2014, kami semua bangun dari tidur malam kami yang hanya 2 jam. Kami bersiap-siap untuk melakukan summit attack. Ada satu teman yang memutuskan untuk tidak ikut karena kakinya masih terasa sakit karena pendakian seharian sebelumnya.

Saat itu tak hanya kami, kelompok pendaki yang lain juga tengah bersiap-siap. Kami semua berkumpul dan berdoa bersama sebelum memulai pendakian ke Puncak Mahameru tengah malam itu. Pukul 23.30 pendakian pun dimulai.

Minggu, 30 November 2014

Summit Attack

Dari Kalimati kami mendaki menuju Arcopodo. Arcopodo merupakan kawasan vegetasi terakhir sebelum Puncak Mahameru. Pendakian kali ini terasa lebih ringan karena tidak perlu membawa beban yang berat di punggung.

Sekitar 1,5 jam kami menyusuri hutan Arcopodo. Kemudian tibalah kami di batas terakhir vegetasi. Medan berikutnya yang kami hadapi adalah lautan pasir berkerikil. Ketinggian saat itu sebagaimana yang aku cek dari GPS-ku adalah sekitar 3000 mdpl. Wew, berarti ada 676 meter ketinggian lagi yang harus kami tempuh untuk sampai puncak.

Teman-teman pendaki yang lain memilih untuk beristirahat di perbatasan tersebut terlebih dahulu. Sementara aku dan kenalan baruku, Gianluca, orang Italia yang sedang bekerja di Surabaya, melanjutkan pendakian. Jadilah kami berdua menjadi orang yang paling depan dalam summit attack itu.

Awal-awal medan pasir ini belum terasa berat. Aku bisa menjejakkan kaki dengan ‘normal’ karena sedikit terbantukan oleh pasir yang agak basah sehingga membuatnya agak padat. Langkah demi langkah akhirnya kesulitan itu datang juga. Kaki ini susah untuk dicengkeramkan ke tanah. Jika tak mampu menahannya, maka kita akan terperosok 1-2 langkah ke bawah.

Aku mencoba strategi pertama. Mendaki layaknya macan yang berjalan dengan 4 kaki. Tanganku kugunakan untuk mencengkeram kerikil dan bebatuan yang ada di depanku. Sekali gerak, aku bisa dapat 4-6 langkah. Lumayan ber-progress. Pada titik ini ternyata jarak antara kami (aku dan Gianluca) dengan teman-teman pemuncak lainnya sudah cukup jauh.

Semakin lama tenagaku semakin terkuras. Aku merasakan keletihan. Sudah 1,5 jam aku mendaki tanah berpasir ini. Namun, saat kulihat GPS-ku, ternyata kami baru setengah jalan dari Arcopodo tadi. Kami berada di ketinggian 3300-an mdpl. Masih ada 300-an meter lagi.

Lama-lama aku tertinggal oleh Gianluca. Jarakku dengannya semakin jauh. Tapi masih tak sejauh jarak antara diriku dengan pendaki di belakangku. Pada titik ini aku benar-benar merasa seperti sendirian. Di tengah kegelapan malam, tak ada suara sedikitpun. Benar-benar hening. Belum pernah aku merasakan keheningan yang benar-benar hening tanpa suara seperti itu. Bahkan Continue reading

Catatan Perjalanan ke Ranu Kumbolo & Bromo (Bagian 3): Ranu Kumbolo

Tracking dengan menggunakan ponco ternyata tidak begitu nyaman. Tangan menjadi tidak  cukup leluasa bergerak. Untung hujan mulai berangsur-angsur reda. Ketika hujan tinggal menyisakan gerimis, aku dan teman-teman yang lain pun melepas ponco.

Menurut papan petunjuk jalan yang ada, jarak dari Ranu Pani ke Ranu Kumbolo ini adalah 10,5 km. Ada 4 pos yang berada di trek antara Ranu Pani dan Ranu Kumbolo ini. Jarak dari titik start ke pos 1 sepertinya adalah yang paling panjang. Rasanya ada sejam lebih kami menempuhnya. Namun, trek yang dilalui ini masih sangat nyaman. Trek sudah terpasang paving stone dan medan cenderung landai.

Di Pos 1

Di Pos 1

Dari pos 1 ke pos 2 jaraknya lebih ‘dekat’. Kurang dari sejam kami menyusurinya. Di antara pos 2 dan pos 3 ada ‘pos bayangan’ yang bernama Watu Rejeng. Kurang tahu juga kenapa dinamai seperti itu, padahal tak terlihat ada ‘batu rejeng’ di sana. Dari papan yang ada di sana kami mendapatkan informasi bahwa jarak dari Ranu Pani ke Watu Rejeng ini adalah 4,5 km. Wah, berarti masih ada sekitar 6 km lagi yang harus kami tempuh.

Memandang ke puncak Semeru

Memandang ke puncak Semeru

Tak terasa maghrib sudah tiba. Langit mulai gelap. Kami pun mengeluarkan senter untuk pencahayaan. Trekking pun menjadi mulai melambat karena harus lebih berhati-hati. Apalagi, trek cukup becek akibat hujan. Bila tak hati-hati bisa terpeleset ke jurang.

Singkat cerita, kami pun akhirnya sampai di pos 3. Aku masih ingat betul, ketika itu waktu menunjukkan pukul 18.30. Dari pos 3 ke pos 4 ini jaraknya tidak begitu jauh. Namun, banyak tanjakan yang harus dilalui. Cukup menguras tenaga juga.

Nah, dari pos 4 ke Ranu Kumbolo ini sangat dekat. Bahkan, Dari atas pos 4 ini kita sudah bisa melihat Ranu Kumbolo dengan bukit Tanjakan Cinta-nya. Dan malam itu dari pos 4 ini kami melihat Ranu Kumbolo bagaikan pasar malam. Bahkan mungkin lebih tepat disebut perkampungan. Gemerlap cahaya lampu dari tenda-tenda pendaki memenuhi ruang di tepi danau. Luar biasa. Aku tak bisa mengira berapa jumlah manusia yang berkumpul di sana. Ada ribuan mungkin.

Kami akhirnya sampai juga di Ranu Kumbolo. Tepatnya di sisi utara. Kami langsung mencari tanah kosong untuk mendirikan dua tenda. Satu tenda kapasitas 4 orang dan satu lagi tenda berkapasitas 2 orang. Tanpa banyak membuang waktu, begitu menemukan tanah lapang, kami pun segera mendirikan tenda.

Setelah tenda selesai didirikan, kami kemudian segera mempersiapkan peralatan memasak dan makan. Menu kami malam itu adalah mie instan pakai nasi dan sarden. Kami sengaja membawa yang simpel-simpel saja karena memang cuma berencana menetap di sana satu malam saja.

Pukul sepuluh malam setelah beres santap malam kami masuk ke tenda masing-masing yang sudah ditentukan untuk beranjak tidur. Sebelum itu, aku menunaikan sholat maghrib dan isya’ terlebih dahulu (jama’ takhir).

Hari 3: Sabtu, 17 November 2012

Pukul 04.20 aku terbangun dari tidur karena mendengar riuh suara kicauan burung plus percakapan orang-orang dari luar tenda. Langit sudah cukup terang ternyata. Aku pun langsung mengambil air wudlu dan menunaikan sholat shubuh. Setelah itu membangunkan teman-teman yang lain.

Langit Ranu Kumbolo Pukul 4.30

Langit Ranu Kumbolo Pukul 4.30

Kami tak ingin melewatkan sunrise dari Ranu Kumbolo ini. Sayang euy, karena kekurangtahuan, kami tak sempat menikmati sunrise di Ranu Kumbolo dari spot terbaik di sana. Pagi itu Ranu Kumbolo sangat ramai dengan para pendaki yang ingin menikmati sunrise juga. Spot terbaik sih katanya di Continue reading